Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Di awal kuartal pertama tahun 2025, publik
dikejutkan oleh data yang menyegarkan: transaksi keuangan yang berkaitan dengan
praktik judi online dilaporkan menurun drastis hingga 80%.
Penurunan ini menjadi sinyal positif di tengah
kekhawatiran maraknya praktik judi daring yang merambah semua lapisan
masyarakat, bahkan hingga ke sektor pendidikan. Pemerintah, melalui Satuan
Tugas Pemberantasan Judi Online, tampaknya tidak tinggal diam dan telah
mengimplementasikan sejumlah langkah strategis yang mencerminkan keseriusan
dalam menangani masalah ini secara menyeluruh.
Langkah pertama yang dilakukan adalah pemblokiran
besar-besaran terhadap konten bermuatan judi online. Hingga saat ini, lebih
dari 1,3 juta konten telah diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Digital
(Komdigi).
Ini bukan angka kecil. Setiap hari, konten-konten
baru bermunculan dengan metode yang kian licik, namun pemerintah terus
memperbarui sistem pendeteksi otomatisnya.
Langkah kedua yang cukup inovatif adalah
pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam pelacakan transaksi mencurigakan.
Dengan menggandeng pihak perbankan dan lembaga
keuangan digital, teknologi AI kini mampu membaca pola transaksi yang tidak
biasa yang kerap menjadi jalur pembayaran dalam praktik judi online. Ini
menjadi bukti bahwa pendekatan teknologi bukan sekadar tren, melainkan
kebutuhan dalam menghadapi kejahatan digital yang semakin kompleks.
Langkah ketiga menyasar titik akar dari
penyebaran akun-akun judi, yakni pembatasan kepemilikan kartu SIM. Pemerintah
resmi menerapkan aturan baru yang membatasi maksimal tiga nomor seluler yang
bisa didaftarkan dengan satu Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Kebijakan ini secara langsung menutup celah bagi
sindikat judi online yang kerap memanfaatkan ratusan nomor untuk menyebarkan
link judi dan membuat akun palsu.
Langkah keempat adalah penguatan tata kelola
ruang digital melalui implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun
2025 tentang Penataan dan Pengawasan Ruang Digital Nasional (PPTUNAS).
Regulasi ini menjadi fondasi baru dalam mengatur
lalu lintas digital, termasuk pengawasan terhadap konten ilegal dan peredaran
aplikasi-aplikasi berbahaya yang tersembunyi di balik platform tertentu.
Tidak berhenti di situ, langkah kelima yang tak
kalah signifikan adalah penyitaan aset sebesar Rp500 miliar oleh pihak
Kepolisian dari jaringan judi online. Penyitaan ini diharapkan tidak hanya
memberi efek jera, tetapi juga memutus mata rantai pendanaan dan jaringan
operasional judi online yang selama ini terorganisasi dengan rapi dan lintas
negara.
Meski berbagai kemajuan ini patut diapresiasi,
Menteri Komunikasi dan Digital RI, Meutya Hafid, dengan tegas menyatakan bahwa
pekerjaan rumah bangsa ini masih jauh dari selesai.
Menurutnya, fokus ke depan tidak hanya soal
penindakan, tetapi juga reformasi sistem regulasi agar upaya pemberantasan judi
online menjadi sistematis, komprehensif, dan berkelanjutan. Ia menekankan bahwa
perbaikan ekosistem digital nasional sangat penting untuk memastikan ruang
digital kita aman dan sehat, terutama bagi generasi muda.
Dari sudut pandang pendidikan, keberhasilan
menekan praktik judi online juga membawa manfaat besar. Lingkungan belajar yang
bersih dari pengaruh judi daring berarti memberi ruang aman bagi pelajar dan
mahasiswa untuk tumbuh dalam atmosfer digital yang sehat dan produktif.
Jika tidak dikendalikan, judi online berpotensi
menjadi krisis moral dan sosial yang menghancurkan masa depan generasi muda.
Dengan menurunnya transaksi judi online hingga
80%, kita tentu memiliki alasan untuk optimis. Namun, di balik angka itu, upaya
tidak boleh melemah. Pemerintah, masyarakat, dan dunia pendidikan harus
bergandeng tangan menjaga momentum ini.
Demikian informasi terkini dilansir dari https://www.instagram.com/kemkomdigi/
Kini, pertanyaannya bukan hanya “berapa yang
sudah turun?” tetapi juga “apa yang masih harus kita benahi bersama?”
Post a Comment