(70) Info Kementerian Komunikasi dan Digital: Transaksi Judi Online Turun 80% di Awal 2025, Tapi Apa Strategi Nyata Pemerintah di Balik Angka Ini?

                                                Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag

Di awal kuartal pertama tahun 2025, publik dikejutkan oleh data yang menyegarkan: transaksi keuangan yang berkaitan dengan praktik judi online dilaporkan menurun drastis hingga 80%.

Penurunan ini menjadi sinyal positif di tengah kekhawatiran maraknya praktik judi daring yang merambah semua lapisan masyarakat, bahkan hingga ke sektor pendidikan. Pemerintah, melalui Satuan Tugas Pemberantasan Judi Online, tampaknya tidak tinggal diam dan telah mengimplementasikan sejumlah langkah strategis yang mencerminkan keseriusan dalam menangani masalah ini secara menyeluruh.

Langkah pertama yang dilakukan adalah pemblokiran besar-besaran terhadap konten bermuatan judi online. Hingga saat ini, lebih dari 1,3 juta konten telah diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Ini bukan angka kecil. Setiap hari, konten-konten baru bermunculan dengan metode yang kian licik, namun pemerintah terus memperbarui sistem pendeteksi otomatisnya.

Langkah kedua yang cukup inovatif adalah pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam pelacakan transaksi mencurigakan.

Dengan menggandeng pihak perbankan dan lembaga keuangan digital, teknologi AI kini mampu membaca pola transaksi yang tidak biasa yang kerap menjadi jalur pembayaran dalam praktik judi online. Ini menjadi bukti bahwa pendekatan teknologi bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan dalam menghadapi kejahatan digital yang semakin kompleks.

Langkah ketiga menyasar titik akar dari penyebaran akun-akun judi, yakni pembatasan kepemilikan kartu SIM. Pemerintah resmi menerapkan aturan baru yang membatasi maksimal tiga nomor seluler yang bisa didaftarkan dengan satu Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Kebijakan ini secara langsung menutup celah bagi sindikat judi online yang kerap memanfaatkan ratusan nomor untuk menyebarkan link judi dan membuat akun palsu.

Langkah keempat adalah penguatan tata kelola ruang digital melalui implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Penataan dan Pengawasan Ruang Digital Nasional (PPTUNAS).

Regulasi ini menjadi fondasi baru dalam mengatur lalu lintas digital, termasuk pengawasan terhadap konten ilegal dan peredaran aplikasi-aplikasi berbahaya yang tersembunyi di balik platform tertentu.

Tidak berhenti di situ, langkah kelima yang tak kalah signifikan adalah penyitaan aset sebesar Rp500 miliar oleh pihak Kepolisian dari jaringan judi online. Penyitaan ini diharapkan tidak hanya memberi efek jera, tetapi juga memutus mata rantai pendanaan dan jaringan operasional judi online yang selama ini terorganisasi dengan rapi dan lintas negara.

Meski berbagai kemajuan ini patut diapresiasi, Menteri Komunikasi dan Digital RI, Meutya Hafid, dengan tegas menyatakan bahwa pekerjaan rumah bangsa ini masih jauh dari selesai.

Menurutnya, fokus ke depan tidak hanya soal penindakan, tetapi juga reformasi sistem regulasi agar upaya pemberantasan judi online menjadi sistematis, komprehensif, dan berkelanjutan. Ia menekankan bahwa perbaikan ekosistem digital nasional sangat penting untuk memastikan ruang digital kita aman dan sehat, terutama bagi generasi muda.

Dari sudut pandang pendidikan, keberhasilan menekan praktik judi online juga membawa manfaat besar. Lingkungan belajar yang bersih dari pengaruh judi daring berarti memberi ruang aman bagi pelajar dan mahasiswa untuk tumbuh dalam atmosfer digital yang sehat dan produktif.

Jika tidak dikendalikan, judi online berpotensi menjadi krisis moral dan sosial yang menghancurkan masa depan generasi muda.

Dengan menurunnya transaksi judi online hingga 80%, kita tentu memiliki alasan untuk optimis. Namun, di balik angka itu, upaya tidak boleh melemah. Pemerintah, masyarakat, dan dunia pendidikan harus bergandeng tangan menjaga momentum ini.

Demikian informasi terkini dilansir dari https://www.instagram.com/kemkomdigi/

Kini, pertanyaannya bukan hanya “berapa yang sudah turun?” tetapi juga “apa yang masih harus kita benahi bersama?”

Post a Comment

Previous Post Next Post