Oleh : Ai Ida Rosdiana, M.Pd.
Pengajar di Mts/MA Sunanul Aulia Kota Sukabumi
Pegiat Keluarga Peduli Pendidikan Kota/Kab. Sukabumi
Di tengah derasnya arus informasi
dan perubahan sosial saat ini, pendidikan Akidah dan Akhlak memegang peran penting dalam membentuk
karakter peserta didik sejak dini. Namun, pendekatan pembelajaran yang masih
dominan di sekolah-sekolah sering kali bersifat kognitif semata mengandalkan
hafalan dalil, definisi, dan aturan perilaku. Padahal, nilai-nilai akidah dan
akhlak tidak cukup hanya dipahami secara teoritis. Dibutuhkan pendekatan deep
learning (pembelajaran mendalam) yang mendorong peserta didik untuk menghayati,
merasakan, dan mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata.
Dalam dunia pendidikan, pendekatan deep
learning semakin banyak dibicarakan. Bukan sekadar tren, pendekatan ini
hadir sebagai jawaban atas tantangan pendidikan masa kini yang menuntut
pemahaman yang lebih dalam, kontekstual, dan bermakna.
Menteri Pendidikan Dasar dan
Menengah (Mendikdasmen) Indonesia, Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa deep
learning bukanlah kurikulum baru, melainkan pendekatan pembelajaran yang
berfokus pada pemahaman mendalam. Ia menyatakan, “Deep learning itu bukan
kurikulum. Melainkan pendekatan belajar
Dengan mindful learning, guru
memperhatikan keunikan setiap peserta didik dan memberikan ruang bagi mereka
untuk menemukan cara belajar yang efektif. Meaningful learning mendorong peserta didik memahami alasan dan manfaat setiap materi
pelajaran dalam kehidupan nyata. Sementara joyful learning menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan dan menggugah pemikiran mendalam peserta didik terhadap materi
yang dipelajari.
Menariknya,
meskipun istilah deep learning baru mendapat perhatian besar dalam
kebijakan pendidikan nasional sejak diusulkan tahun 2024 melalui inisiatif
Abdul Mu’ti, esensi dari pendekatan ini sejatinya telah lama diterapkan oleh
banyak guru dan orang tua di berbagai jenjang pendidikan walaupun belum semua
guru juga menerapkan pendekatan deep learning.
Deep Learning: Lebih dari Sekadar
Menghafal dan Sejak Lama Hidup
Pendekatan deep
learning dalam pembelajaran Akidah Akhlak mengajak peserta didik untuk
tidak hanya mengetahui apa yang baik dan buruk, tetapi juga memahami alasan
moral dan spiritual di baliknya serta menerapkannya dalam kehidupan nyata. Pendekatan ini menekankan keterkaitan antar konsep, makna personal,
dan pembentukan sikap.
Pada jenjang SD/MI, anak-anak diajak
mengenal sifat-sifat Allah atau kisah nabi tidak hanya untuk dihafal, tetapi
untuk dicerna dan dicontohkan dalam keseharian. Guru-guru yang inspiratif kerap
menggunakan metode bercerita, bermain peran, dan pembiasaan nilai yang terbukti
membentuk karakter anak secara alami.
Di SMP/MTs, peserta didik mulai
mampu merefleksi perilaku dan berpikir logis. Guru yang membiasakan diskusi dan
tanya jawab seputar makna akhlak seperti amanah atau adab terhadap orang tua
sesungguhnya telah menerapkan prinsip deep learning, walaupun belum
menyebutnya demikian.
Di jenjang SMA/MA, peserta didik
diajak berpikir kritis tentang nilai Islam dalam konteks sosial. Proyek sosial
berbasis nilai, kajian tematik, dan refleksi diri telah dilakukan oleh banyak
pendidik yang sadar bahwa akhlak tidak bisa dibentuk melalui ceramah saja,
melainkan melalui pengalaman yang bermakna.
Sejak lama,
banyak guru agama dan pembina akhlak di sekolah telah menerapkan prinsip
pembelajaran mendalam yang melibatkan dialog hati, keteladanan nyata, serta
pembelajaran yang kontekstual. Mereka menanamkan nilai keimanan dan
akhlak mulia tidak hanya di ruang kelas, tetapi juga melalui interaksi harian,
kegiatan keagamaan, dan pembiasaan positif.
Maka ketika Abdul Mu’ti selaku
Mendikdasmen menggagas dan mendorong penerapan pendekatan deep learning
secara sistematis di tingkat nasional, hal ini patut diapresiasi sebagai bentuk
pengakuan dan penguatan terhadap praktik baik yang telah lama hidup di dunia
pendidikan kita.
Keteladanan: Pilar dari Deep
Learning dalam Akhlak
Keteladanan
adalah inti dari pembelajaran akhlak yang mendalam. Peserta didik akan lebih
mudah memahami konsep sabar jika melihat gurunya tetap tenang saat menghadapi
kesalahan yang diperbuat peserta didiknya, atau belajar kejujuran dari orang
tuanya yang mengembalikan barang yang bukan miliknya. Ini
adalah bentuk deep learning yang hidup dan efektif.
Kini saatnya
semua pihak guru, kepala sekolah, orang tua, pengurus madrasah, pengawas atau
pendamping sekolah, bahkan media dan pemerintah daerah bergerak bersama menjadikan
pendekatan deep learning bukan hanya wacana kebijakan, tetapi praktik
nyata di ruang-ruang kelas dan rumah-rumah kita. Jadikan
setiap interaksi sebagai sarana pembelajaran bermakna. Jadikan setiap anak
sebagai subjek yang dihargai proses belajarnya, bukan hanya angka nilainya.
Karena
sejatinya, pendidikan akhlak yang kuat akan melahirkan generasi yang tidak
hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki kedalaman hati dan
kebijaksanaan dalam bersikap. Dan semua itu hanya bisa terwujud
jika kita bersama-sama membangun ekosistem pendidikan yang mendalam, menyentuh
hati, dan memanusiakan manusia.
"Wallahu a'lam"
Post a Comment