Melatih Siswa Aktif Merespon di Grup WA

 

Oleh: Adib Nur Aziz, Guru MTsN 7 Sleman

 

Hari ini kita telah memasuki zaman yang berbeda. Guru dan murid bisa berkomunikasi setiap saat selama 24 jam melalui media sosial, salah satunya adalah Whatsapp (WA). Hampir di semua madrasah, ada grup WA para murid dengan gurunya, baik guru sebagai wali kelas maupun guru sebagai pengampu mata pelajaran tertentu. Semua ini dilakukan untuk melancarkan arus informasi dan komunikasi antara guru dengan para muridnya.


Namun demikian, sarana dan fasilitas yang sudah begitu canggih, tidak otomatis membuat komunikasi dan koordinasi menjadi lebih efektif. Sebab ternyata, komunikasi bukanlah masalah sarana, namun masalah sikap dan perilaku. Ketika seorang guru menyampaikan sebuah pesan atau informasi di grup WA, tidak serta merta para muird meresponnya. Mungkin ada beberapa murid yang menanggapi dengan menyampaikan terima kasih. Namun terkadang juga sepi tidak ada satupun murid yang merespon.


Dalam keadaan seperti di atas, maka guru perlu melakukan evaluasi, mengapa para murid minim dalam respon tehadap apa yang disampaikan. Hal seperti ini sebaiknya dikomunikasikan ketika guru dan para murid bertemu darat di madrasah. Para murid perlu ditanya mengapa mereka tidak banyak yang merespon ketika guru menyampaikan informasi atau pertanyaan di grup WA. Melalui komunikasi itulah, para murid didorong untuk responsif terhadap chat yang dikirim oleh guru.


Pada dasarnya, hal pertama yang harus dibangun kepada para murid adalah mentalitas dan akhlaq dalam bermedia sosial, termasuk sebagai salah satu anggota grup WA. Ketika membaca sebuah informasi dari guru, maka hendaknya para murid memberi respon sebagai tanda telah menerima pesan dan membacanya. Dengan demikian, pola komunikasi dua arah akan terbentuk. Inilah wujud nyata dari komunikasi yang efektif.


Hal ini bukanlah perkara yang ringan atau mudah. Sikap mental murid untuk responsif terhadap informasi yang disampaikan oleh guru dalam grup WA adalah sebuah hal yang terpuji dan perlu dilatih secara kontinu. Sebab, karakter hanya bisa dibentuk dengan latihan dan pembiasaan serta membutuhkan waktu yang tidak pendek. Man jadda wajada!

Post a Comment

Previous Post Next Post