Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Ramadhan bukan sekadar bulan penuh ibadah,
melainkan juga momen refleksi bagi setiap insan. Di tengah perjalanan hidup,
kita sering kali terjebak dalam rutinitas duniawi yang menuntut kesuksesan
materi. Namun, Ramadhan mengingatkan bahwa hidup ini bukan tentang berapa lama
kita hidup, tetapi untuk apa kita hidup.
Dalam hiruk-pikuk kehidupan, manusia sering mengejar
umur panjang, kesehatan prima, dan kenyamanan duniawi. Banyak orang berusaha
memperpanjang usia dengan pola hidup sehat, diet seimbang, serta olahraga
teratur. Namun, di sisi lain, banyak pula yang lupa untuk mengisi hidup dengan
makna. Betapa sering kita melihat orang yang hidup lama tetapi tanpa jejak
kebaikan yang berarti. Sebaliknya, ada yang hidup singkat tetapi meninggalkan
warisan kebajikan yang dikenang sepanjang masa.
Ramadhan mengajarkan bahwa kualitas hidup jauh lebih
penting daripada sekadar panjang umur. Rasulullah ﷺ sendiri tidak hidup selama
para nabi sebelumnya, tetapi dalam usia 63 tahun, beliau meninggalkan warisan
Islam yang abadi. Para sahabat dan ulama terdahulu juga menunjukkan bahwa
kebermaknaan hidup tidak diukur dari lamanya seseorang hidup, tetapi dari
seberapa besar manfaat yang ia berikan bagi sesama.
Mengisi Hidup dengan Ibadah dan Amal
Saleh
Puasa di bulan Ramadhan adalah salah satu cara untuk
merefleksikan kembali tujuan hidup. Ketika kita menahan lapar dan dahaga, kita
diingatkan bahwa kehidupan bukan sekadar memuaskan kebutuhan fisik, tetapi juga
memperkaya aspek spiritual. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Ayat ini menegaskan bahwa hakikat hidup adalah
beribadah kepada Allah. Namun, ibadah tidak hanya terbatas pada shalat, puasa,
dan zikir, tetapi juga mencakup perbuatan baik kepada sesama manusia.
Bersedekah, menolong orang lain, berkata baik, dan berbagi ilmu juga merupakan
bentuk ibadah yang dapat memberikan makna dalam kehidupan.
Menjadi Manusia yang Bermanfaat
Rasulullah bersabda:
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR. Ahmad)
Hadis ini menegaskan bahwa kebermaknaan hidup terletak
pada manfaat yang kita berikan kepada orang lain. Ramadhan menjadi waktu
terbaik untuk meningkatkan kepedulian sosial, baik dengan berbagi rezeki kepada
fakir miskin, menyantuni anak yatim, maupun sekadar memberikan senyuman yang
tulus kepada sesama.
Dalam sejarah Islam, banyak tokoh yang hidup dalam
waktu singkat tetapi memiliki dampak besar. Salah satunya adalah Imam Nawawi,
yang wafat di usia 45 tahun tetapi meninggalkan karya monumental seperti Riyadhus
Shalihin dan Al-Majmu’. Begitu pula Syekh Ahmad Yasin, pendiri
Hamas, yang menghabiskan hidupnya di kursi roda tetapi menjadi simbol
perjuangan bagi umat Islam.
Kesimpulan: Mencari Ridha Allah
sebagai Tujuan Hidup
Ramadhan mengajarkan bahwa hidup yang bermakna
bukanlah tentang usia panjang, tetapi bagaimana kita mengisi kehidupan ini
dengan kebaikan dan ketakwaan. Waktu yang kita miliki adalah anugerah dari
Allah, dan sebaiknya digunakan untuk hal-hal yang mendekatkan diri kepada-Nya.
Jika hidup hanya dihabiskan untuk mengejar duniawi
tanpa arah, maka kita hanya sekadar ada, tanpa benar-benar hidup. Sebaliknya,
jika kita mengisi hidup dengan amal yang diridhai Allah, maka meskipun usia
kita singkat, keberkahan dan pahala akan tetap mengalir bahkan setelah kita
tiada.
Semoga Ramadhan kali ini menjadi titik balik bagi kita
untuk lebih memahami bahwa hidup ini bukan tentang berapa lama kita hidup,
tetapi tentang untuk apa kita hidup. Wallahu a’lam.
Daftar Pustaka
- Al-Ghazali,
M. (2021). Hidup Bermakna: Refleksi Spiritual dan Keutamaan Amal Saleh.
Jakarta: Pustaka Iman.
- Rahmat,
A. (2022). Meraih Kebahagiaan Hakiki: Islam, Makna Hidup, dan Ketakwaan.
Bandung: Cahaya Ilmu.
- Syaiful,
H. (2023). Meniti Jalan Kebaikan: Tafsir Sosial tentang Makna Kehidupan
dalam Islam. Yogyakarta: Lentera Hati.
Post a Comment