Oleh Nyai Herawati, S.E., S. PD. I., M. Pd.
Bendahara Umum Agerlip PGM Indonesia dan Praktisi Pendidikan.
Hujan turun perlahan, membasahi tanah yang mulaigersang setelah sekian lama diterpa panas. Di sudutsebuah masjid kecil, Wati duduk bersimpuh, wajahnyatertunduk di atas sajadah yang basah oleh air matanya.Hatinya terluka, jiwanya hancur, dan hanya doa yangmenjadi pelipur laranya. Hari itu seharusnya menjadi hari bahagianya. Lamaranyang ia nantikan akhirnya datang. Namun, takdir berkatalain. Alwan, lelaki yang telah lama ia cintai, memilihperempuan lain. Wati merasa dunianya runtuh. Ia merasatidak cukup baik, tidak cukup layak. “Ya Allah… Jika ini ketetapan-Mu, maka kuatkan aku,”bisiknya di sela tangis. Malam demi malam ia lalui dalam sujud panjang. Setiapbutir air matanya ia titipkan dalam doa, berharap Allahmenggantikan luka dengan kebahagiaan. Suatu hari, setelah shalat subuh, seorang wanita tuamenghampirinya. “Nak, terkadang kita memohon sesuatuyang menurut kita baik, padahal Allah menyiapkan yanglebih baik.”
Kata-kata itu menembus hatinya. Perlahan, Wati
mulai bangkit. Ia mengisi hari-harinya dengan
ibadah, mengajar anak-anak mengaji, dan
membantu kaum dhuafa. Dalam doa-doanya, ia
tak lagi meminta agar Alwan kembali, melainkan
meminta Allah memberinya yang terbaik.
Bertahun-tahun kemudian, saat Wati telah
menemukan ketenangan, Allah menjawab
doanya. Seorang lelaki saleh datang melamarnya,
bukan sekadar karena kecantikan, tetapi karena
ketulusan dan kesabaran yang terpancar dari
dirinya.
Saat akad nikah selesai, Wati menitikkan air
mata. Bukan lagi air mata luka, melainkan air
mata syukur. Kini ia memahami, doa yang ia
panjatkan dulu telah membalut lukanya dan
menggantinya dengan cahaya yang lebih indah.
_"Tidak ada doa yang sia-sia. Allah mendengar,
hanya saja Dia menjawab di waktu yang paling
tepat."_
"Sesungguhnya Janji Allah itu Pasti dan Jangan
pernah diragukan"
Post a Comment