Deep Learning, Sejarah, dan Implementasinya dalam Pendidikan

 

Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd.

Deep learning, atau pembelajaran mendalam, adalah cabang dari pembelajaran mesin yang menggunakan jaringan saraf  tiruan dengan banyak lapisan untuk memodelkan dan memahami data yang kompleks. Metode ini memungkinkan sistem untuk belajar secara mandiri dari data yang besar dan tidak terstruktur, seperti gambar dan teks, tanpa memerlukan intervensi manusia yang signifikan (lifewire.com).

Menurut para ahli, deep learning telah membawa kemajuan signifikan dalam berbagai bidang. Misalnya, Andrew Ng, seorang pakar terkemuka dalam pembelajaran mesin, mendirikan DeepLearning.AI pada tahun 2017 untuk menyediakan sumber daya pendidikan berkualitas tinggi dalam kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin.

Dalam dekade terakhir, deep learning telah digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk pengenalan wajah, pengenalan suara, dan pemrosesan bahasa alami. Teknologi ini memungkinkan sistem untuk mengenali pola, membuat prediksi, dan mengambil tindakan dengan kecepatan yang jauh lebih cepat daripada manusia (lifewire.com).

Secara keseluruhan, deep learning telah merevolusi teknologi dan kehidupan sehari-hari dengan memungkinkan sistem untuk belajar dan beradaptasi secara mandiri, membuka peluang baru dalam berbagai sektor industri dan penelitian.

Siapakah Pencetus Pertama Kali Pembelajaran Deep Learing

Pencetus pertama kali pembelajaran deep learning adalah Geoffrey Hinton, seorang ilmuwan komputer dan psikolog kognitif asal Kanada. Hinton dikenal sebagai "Bapak Deep Learning" karena kontribusinya dalam pengembangan jaringan saraf tiruan (Artificial Neural Networks) dan algoritma backpropagation, yang menjadi dasar utama dalam deep learning.

Sejarah Awal Deep Learning

  1. Pada tahun 1980-an, Geoffrey Hinton dan rekannya David Rumelhart serta Ronald J. Williams memperkenalkan algoritma backpropagation untuk melatih jaringan saraf tiruan. Algoritma ini memungkinkan jaringan saraf belajar dari kesalahan dan meningkatkan akurasinya.
  2. Pada tahun 2006, Hinton memperkenalkan Deep Belief Networks (DBN), yang menjadi titik awal kebangkitan kembali jaringan saraf dalam pembelajaran mesin.
  3. Pada tahun 2012, Hinton dan timnya (termasuk Alex Krizhevsky dan Ilya Sutskever) mengembangkan AlexNet, jaringan deep learning yang memenangkan kompetisi ImageNet Large Scale Visual Recognition Challenge (ILSVRC), membuktikan efektivitas deep learning dalam pengenalan gambar.

Deep learning kemudian berkembang pesat dan digunakan dalam berbagai bidang, termasuk pengenalan suara, pemrosesan bahasa alami, dan kendaraan otonom.

 

Pengembangan Deep Learning Selanjutnya

Setelah keberhasilan awal deep learning, teknologi ini terus berkembang pesat dan mengalami berbagai inovasi signifikan. Berikut adalah beberapa tonggak utama dalam pengembangan deep learning setelah era Geoffrey Hinton dan AlexNet (2012):

1. Convolutional Neural Networks (CNN) yang Lebih Canggih (2014 - Sekarang);  a) CNN yang pertama kali diperkenalkan oleh Yann LeCun (1998) terus berkembang dengan berbagai arsitektur baru yang lebih dalam dan efisien untuk pengolahan gambar: VGGNet (2014) – Simonyan & Zisserman memperkenalkan VGG16 dan VGG19, yang lebih dalam dibandingkan AlexNet. (Simonyan & Zisserman, 2014); b) GoogLeNet/Inception (2014) – Tim Google memperkenalkan arsitektur Inception, yang lebih efisien dan lebih dalam. (Szegedy et al., 2014); c) ResNet (2015) – Microsoft memperkenalkan Residual Networks (ResNet) dengan skip connections, yang memungkinkan pelatihan jaringan sangat dalam hingga 152 lapisan. (He et al., 2015);

2. Recurrent Neural Networks (RNN) dan Perkembangannya (2014 - Sekarang)

Deep learning tidak hanya berkembang dalam pengolahan gambar tetapi juga dalam pemrosesan bahasa alami (NLP) melalui jaringan saraf berulang (RNN):

a.        Long Short-Term Memory (LSTM, 1997, Hochreiter & Schmidhuber) menjadi lebih populer untuk tugas NLP, seperti speech recognition dan machine translation.

  1. Gated Recurrent Unit (GRU, 2014, Cho et al.) menyederhanakan LSTM dengan performa yang setara.

3. Transformer dan Revolusi NLP (2017 - Sekarang)

Pada tahun 2017, para peneliti dari Google memperkenalkan Transformer, yang menggantikan RNN dalam pemrosesan bahasa alami:

a.        "Attention is All You Need" (Vaswani et al., 2017) – Model Transformer memungkinkan training paralel dan menghasilkan model NLP lebih akurat. (Vaswani et al., 2017)

  1. BERT (2018, Google) – Menggunakan bidirectional Transformer untuk memahami konteks kata dalam kalimat lebih baik. (Devlin et al., 2018)
  2. GPT (2018 - Sekarang, OpenAI) – Seri model Generative Pre-trained Transformer (GPT) digunakan untuk chatbot canggih, seperti ChatGPT.

4. Generative AI dan Diffusion Models (2020 - Sekarang)

Selain NLP, deep learning berkembang pesat dalam generative AI, yang dapat membuat gambar, teks, dan suara:

a.        GANs (Generative Adversarial Networks, 2014, Ian Goodfellow) – Digunakan untuk menghasilkan gambar realistis dan deepfake.

  1. Diffusion Models (2021, OpenAI, Google, Stability AI) – Model seperti DALL·E dan Stable Diffusion mampu menghasilkan gambar berkualitas tinggi dari teks.

5. Deep Reinforcement Learning dan AI Otonom

Deep learning juga dikombinasikan dengan reinforcement learning untuk menciptakan sistem AI otonom, seperti:

a.        AlphaGo (2016, DeepMind) – Mengalahkan pemain profesional dalam permainan Go. (Silver et al., 2016)

  1. AlphaFold (2020, DeepMind) – Memecahkan masalah protein folding dalam biologi. (Jumper et al., 2021)

Kesimpulan

Deep learning terus berkembang dengan inovasi baru dalam CV (Computer Vision), NLP, AI generatif, dan AI otonom. Dengan semakin besarnya model dan dataset, masa depan deep learning diprediksi akan mengarah pada AI yang lebih efisien, multimodal, dan berbasis manusia.

Penerapan Deep Learning Dalam Pembelajaran Di Kelas, Bagaimana?

Penerapan Deep Learning dalam pembelajaran di kelas merujuk pada pendekatan yang mendorong siswa untuk memahami materi secara mendalam, mengembangkan keterampilan berpikir kritis, analisis, dan pemecahan masalah. Pendekatan ini menekankan tiga elemen utama:

  1. Meaningful Learning (Pembelajaran Bermakna): Siswa mengaitkan pengetahuan baru dengan pengalaman atau informasi yang sudah dimiliki, sehingga pembelajaran menjadi relevan dan signifikan.
  2. Mindful Learning (Pembelajaran Sadar): Siswa secara aktif terlibat dalam proses belajar, dengan kesadaran penuh terhadap tujuan dan proses pembelajaran.
  3. Joyful Learning (Pembelajaran Menyenangkan): Pembelajaran dirancang agar menyenangkan, memotivasi siswa untuk lebih antusias dan terlibat dalam proses belajar.

Strategi penerapan Deep Learning di kelas meliputi:

a.      Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning): Siswa bekerja dalam proyek nyata yang menantang, memungkinkan mereka menerapkan konsep yang dipelajari dalam situasi praktis.

b.      Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning): Siswa dihadapkan pada masalah nyata yang harus dipecahkan, mendorong mereka untuk berpikir kritis dan kreatif.

c.       Diskusi Kolaboratif: Melibatkan siswa dalam diskusi kelompok untuk berbagi ide, mengembangkan pemahaman bersama, dan meningkatkan keterampilan komunikasi.

Pendapat Para Ahli Mengenai Penerapan Deep Learning Dalam Pendidikan

a.      Menteri Pendidikan Abdul Mu'ti menekankan bahwa Deep Learning bukanlah kurikulum baru, melainkan pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kurikulum yang ada untuk membantu siswa memahami materi dengan lebih efektif.

b.      Fullan, Langworthy, dan Barber (2014) menggambarkan Deep Learning sebagai pendekatan yang menekankan pada penciptaan suasana belajar yang berkesadaran (mindful), bermakna (meaningful), dan menggembirakan (joyful) melalui pengembangan aspek intelektual, etika, estetika, dan kinestetik secara holistik dan terpadu.

Dengan menerapkan pendekatan Deep Learning, diharapkan siswa tidak hanya menguasai materi pelajaran, tetapi juga mampu mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif yang esensial untuk menghadapi tantangan di masa depan.

Referensi Ilmiah:

Hinton, G. E., Osindero, S., & Teh, Y. W. (2006). A fast learning algorithm for deep belief nets. Neural computation, 18(7), 1527-1554.

Krizhevsky, A., Sutskever, I., & Hinton, G. E. (2012). ImageNet classification with deep convolutional neural networks. Advances in neural information processing systems, 25, 1097-1105.

Bionarasi : Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd. adalah seorang pendidik yang berdedikasi dalam pengembangan pendidikan di madrasah. Sebagai guru Biologi di MAN Insan Cendekia Jambi dan bertransformasi ke pendamping madrasah, ia aktif membimbing guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu, ia juga merupakan aktivis organisasi profesional PGM IND, PPMN, IGI, APSI, APMI, Forkom Ormas Jambi, yang berkontribusi dalam berbagai forum pendidikan. Sebagai penulis, Dr. Aty telah menghasilkan berbagai karya di bidang pendidikan dan manajemen pendidikan, yang menjadi referensi bagi pendidik dan praktisi pendidikan di Indonesia.

 

Post a Comment

Previous Post Next Post