Sekjen PGM Indonesia Maluku dan Kabid III Asosiasi Gerakan Literasi Pendidik (Agerlip) PGM Indonesia
Ramadan bukan hanya bulan ibadah, tetapi juga bulan refleksi dan peningkatan kualitas diri. Selain doa dan ibadah spiritual, aktivitas literasi menjadi salah satu kegiatan yang bisa mengisi hari-hari Ramadan dengan nilai yang lebih mendalam. Membaca, menulis, dan berdiskusi adalah bentuk literasi yang dapat memperkaya wawasan serta mendukung penguatan karakter dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Dalam sejarah Islam, literasi memiliki peran yang sangat besar. Wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad saw., adalah perintah untuk membaca: Iqra’ (Bacalah). Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dan pemahaman. Ramadan menjadi momentum terbaik untuk menghidupkan kembali budaya literasi, baik melalui membaca Al-Qur’an, buku keislaman, maupun literatur lain yang bermanfaat.
Menulis adalah aktivitas literasi yang penting. Ramadan bisa menjadi waktu yang tepat untuk menulis refleksi pribadi, jurnal spiritual, atau bahkan artikel yang bisa menginspirasi orang lain. Menulis membantu seseorang menuangkan gagasan, memperdalam pemahaman, serta mendokumentasikan perjalanan spiritualnya selama bulan ramadan.
Sejak dimulai 1 ramadan, sebenarnya saya malas untuk membuka laptop dan memandang berbagai informasi yang berseliweran di media. Ramadan kan bulan penuh ampunan dan doa-doa, maunya fokus saja dengan hal demikian. Ternyata setelah melalui kontemplasi yang panjang, dan dorongan komunitas menulis, saya lalu merancang kembali jadwal ramadannya. Saya pun membuka format-format kalender menulis, untuk mendapatkan format yang pas.
Kemudian, saya diingatkan dengan pesan menulis adalah ibadah. Bahwa ibadah menulis adalah ibadag ghairu maddah. Ia adalah ibadah istimewa karena dengan menulis, kita dapat mentransferkan apa yang tidak bisa diuraikan dengan bahasa agama, menjadi dengan mudah dengan bahasa kaum. Allah berfirman,” Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”. [Ibrahim/14:4]
Apalagi menulis juga perintah agama kan? Menulis saat ramadan bisa menjadi alat perubahan bagi jagat media, khususnya media sosial. Menulis hal-hal baik di media akan menaikan algoritma informasi positif. Semakin kita banyak menulis tentang kebaikan, maka virus ini akan menjalar dan menjadi bacaan bagi netizen. Warganet tentunya akan mendapatkan edukasi yang berpahala. Pahala itu akan jadi amal jariyah kita juga kan.
Di sela-sela menulis, kita pun tidak melepas ibadah lainnya seperti taraweh, tadarus, menghapal quran, sedekah, dan lainnya. Jangan gara-gara begadang karena menulis, kita lalai dengan salat malam. Akibatnya kedua hal tersebut bernilai nol. Kan yang rugi kita kan? Ia harus berjalan berbarengan. Sebab tulisan yang bermakna ialah tulisan yang bernas dan memiliki unsur religius baik itu tersirat maupun tersurat. Kita juga mengharapkan bahwa hadirnya tulisan kita bisa berbuah baik bagi masyarakat atau pembaca.
Alhamdulillah, memulai semangat menulis ini tidak terlepas dari dorongan komunitas penulis. Mereka seperti cambuk, yang menyambuki kita di saat kita penat dalam memikirkan ide apa yang perlu ditulis, menyemangati kita di saat kita buntu mendatangkan topik-topik yang inspiratif. Tapi menulis bukan soal itu. Menulis ya menulis. Setiap tulisan kita sudah punya pembacanya kok. Tenang saja!
Nah, sampai di sini saya kehilangan ide. Waalaikum salam ramadan. Assalamu alikum idulfitri.:)
Post a Comment