(38) SETARA Modul 2: Apa Jadinya Jika KBGS Diajarkan Lewat Dalil Qur'an, Teladan Muslimah, dan Proyek Kreatif? Ini Terobosan Modul Anti-Kekerasan di Sekolah!

 

                                                   Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag.

Pendidikan hari ini tak cukup hanya bicara soal kognitif dan numerasi. Realitas sosial yang makin kompleks menuntut sekolah untuk menjadi ruang aman dan ramah gender. Di sinilah urgensi hadirnya modul KBGS (Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual) menjadi solusi konkret.

Modul KBGS kini tengah diperkuat dan dikembangkan di berbagai satuan pendidikan, khususnya madrasah, sebagai bagian dari strategi nasional pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan. Yang menarik, pendekatan modul ini bukan hanya berbasis hukum atau sosiologi, tetapi juga spiritualitas Islam dan keteladanan tokoh muslimah inspiratif.

Islam sebagai Landasan Moral Anti-Kekerasan

Modul ini tak sekadar menjelaskan definisi kekerasan berbasis gender dan seksual. Ia membangun fondasi nilai melalui dalil-dalil Al-Qur'an dan hadis Nabi yang menekankan kesetaraan, akhlak mulia, dan penghormatan terhadap perempuan.

Sebut saja QS. Al-Hujurat: 13 yang menegaskan bahwa manusia diciptakan berbeda agar saling mengenal, bukan saling merendahkan. Juga QS. An-Nisa: 19, yang mengajarkan pentingnya bergaul secara patut dengan pasangan hidup.

Tak kalah penting, hadis Nabi Muhammad SAW: "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istrinya." (HR. Tirmidzi). Pesan-pesan ini menjadi senjata moral yang kuat untuk membasmi kekerasan berbasis gender dari akarnya.

Keteladanan Muslimah: Pendidikan Berbasis Inspirasi

Alih-alih menakut-nakuti dengan ancaman hukum, modul KBGS juga memperkenalkan siswa pada sosok-sosok perempuan luar biasa dalam sejarah Islam. Seperti Khadijah binti Khuwailid, pengusaha sukses dan pendukung utama dakwah Nabi. Atau Aisyah radhiyallahu 'anha, cendekiawan perempuan yang menjadi rujukan ribuan hadis. Bahkan ada Nusaybah binti Ka’ab, pejuang di medan perang, dan Rufaidah al-Aslamiyah, perawat pertama dalam Islam.

Dengan menghadirkan narasi positif dan membangun, siswa tidak hanya paham apa itu kekerasan, tetapi juga siapa yang bisa menjadi panutan untuk menghindarinya.

Aktivitas Partisipatif: KBGS yang Hidup di Kelas

Modul ini juga menghadirkan serangkaian aktivitas kreatif dan interaktif, di antaranya:

  • Debat Mini: Melatih nalar kritis dan kemampuan menyampaikan pendapat.
  • Role Play: Mengasah empati siswa terhadap korban kekerasan dan simulasi keberanian untuk melapor.
  • Proyek Kreatif: Siswa diajak membuat poster atau video kampanye anti-KBGS.
  • Refleksi Tulisan Pribadi: Media eksplorasi nilai dan pengalaman personal siswa.
  • Forum Aman Berbicara: Ruang diskusi dan curhat yang difasilitasi guru BK atau PAI.

Dengan pendekatan ini, materi KBGS bukan sekadar teori, melainkan pengalaman belajar yang menyentuh logika, emosi, dan nilai spiritual siswa.

Kritis, tapi Tidak Menggurui

Kekuatan modul ini terletak pada pendekatannya yang tidak menghakimi. Ia mengajak siswa berpikir, merenung, dan menemukan posisi mereka dalam realitas sosial yang kadang bias gender. KBGS dalam format ini menjadi medium edukasi yang memanusiakan—membangun kesadaran, bukan sekadar mematuhi aturan.

Tantangan dan Harapan

Namun tentu masih ada tantangan. Banyak guru belum terlatih menyampaikan materi sensitif ini. Ada juga hambatan budaya, di mana bicara soal kekerasan seksual masih dianggap tabu. Maka, penguatan kompetensi guru, sosialisasi ke orang tua, dan dukungan kebijakan dari kementerian menjadi krusial.

Di sisi lain, semangat modul ini membuka harapan: sekolah bisa menjadi ruang aman, bebas kekerasan, dan penggerak nilai kesetaraan. Apalagi jika dipadu dengan pendekatan agama yang rahmatan lil ‘alamin.

Ketika pendidikan menyentuh hati, mengajak berpikir, dan memuliakan manusia di situlah transformasi sejati dimulai. Modul KBGS adalah langkah berani untuk menghadirkan sekolah yang tidak hanya cerdas, tetapi juga peduli dan adil.

Post a Comment

Previous Post Next Post