Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag.
Pendidikan hari ini tak cukup hanya bicara soal
kognitif dan numerasi. Realitas sosial yang makin kompleks menuntut sekolah
untuk menjadi ruang aman dan ramah gender. Di sinilah urgensi hadirnya modul
KBGS (Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual) menjadi solusi konkret.
Modul KBGS kini tengah diperkuat dan dikembangkan di
berbagai satuan pendidikan, khususnya madrasah, sebagai bagian dari strategi
nasional pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan. Yang menarik,
pendekatan modul ini bukan hanya berbasis hukum atau sosiologi, tetapi juga
spiritualitas Islam dan keteladanan tokoh muslimah inspiratif.
Islam sebagai Landasan Moral
Anti-Kekerasan
Modul ini tak sekadar menjelaskan definisi kekerasan
berbasis gender dan seksual. Ia membangun fondasi nilai melalui dalil-dalil
Al-Qur'an dan hadis Nabi yang menekankan kesetaraan, akhlak mulia, dan
penghormatan terhadap perempuan.
Sebut saja QS. Al-Hujurat: 13 yang menegaskan bahwa
manusia diciptakan berbeda agar saling mengenal, bukan saling merendahkan. Juga
QS. An-Nisa: 19, yang mengajarkan pentingnya bergaul secara patut dengan
pasangan hidup.
Tak kalah penting, hadis Nabi Muhammad SAW:
"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istrinya." (HR.
Tirmidzi). Pesan-pesan ini menjadi senjata moral yang kuat untuk membasmi
kekerasan berbasis gender dari akarnya.
Keteladanan Muslimah: Pendidikan
Berbasis Inspirasi
Alih-alih menakut-nakuti dengan ancaman hukum, modul
KBGS juga memperkenalkan siswa pada sosok-sosok perempuan luar biasa dalam
sejarah Islam. Seperti Khadijah binti Khuwailid, pengusaha sukses dan pendukung
utama dakwah Nabi. Atau Aisyah radhiyallahu 'anha, cendekiawan perempuan yang
menjadi rujukan ribuan hadis. Bahkan ada Nusaybah binti Ka’ab, pejuang di medan
perang, dan Rufaidah al-Aslamiyah, perawat pertama dalam Islam.
Dengan menghadirkan narasi positif dan membangun,
siswa tidak hanya paham apa itu kekerasan, tetapi juga siapa yang bisa menjadi
panutan untuk menghindarinya.
Aktivitas Partisipatif: KBGS yang
Hidup di Kelas
Modul ini juga menghadirkan serangkaian aktivitas
kreatif dan interaktif, di antaranya:
- Debat
Mini: Melatih nalar kritis dan kemampuan menyampaikan pendapat.
- Role
Play: Mengasah empati siswa terhadap korban kekerasan dan simulasi
keberanian untuk melapor.
- Proyek
Kreatif: Siswa diajak membuat poster atau video kampanye anti-KBGS.
- Refleksi
Tulisan Pribadi: Media eksplorasi nilai dan pengalaman personal siswa.
- Forum
Aman Berbicara: Ruang diskusi dan curhat yang difasilitasi guru BK atau
PAI.
Dengan pendekatan ini, materi KBGS bukan sekadar
teori, melainkan pengalaman belajar yang menyentuh logika, emosi, dan nilai
spiritual siswa.
Kritis, tapi Tidak Menggurui
Kekuatan modul ini terletak pada pendekatannya yang
tidak menghakimi. Ia mengajak siswa berpikir, merenung, dan menemukan posisi
mereka dalam realitas sosial yang kadang bias gender. KBGS dalam format ini
menjadi medium edukasi yang memanusiakan—membangun kesadaran, bukan sekadar
mematuhi aturan.
Tantangan dan Harapan
Namun tentu masih ada tantangan. Banyak guru belum
terlatih menyampaikan materi sensitif ini. Ada juga hambatan budaya, di mana
bicara soal kekerasan seksual masih dianggap tabu. Maka, penguatan kompetensi
guru, sosialisasi ke orang tua, dan dukungan kebijakan dari kementerian menjadi
krusial.
Di sisi lain, semangat modul ini membuka harapan:
sekolah bisa menjadi ruang aman, bebas kekerasan, dan penggerak nilai
kesetaraan. Apalagi jika dipadu dengan pendekatan agama yang rahmatan lil
‘alamin.
Ketika pendidikan menyentuh hati, mengajak berpikir,
dan memuliakan manusia di situlah transformasi sejati dimulai. Modul KBGS
adalah langkah berani untuk menghadirkan sekolah yang tidak hanya cerdas,
tetapi juga peduli dan adil.
Post a Comment