Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag.
Di tengah derasnya arus informasi dan normalisasi
konten seksual di media sosial, kesadaran akan privasi tubuh dan hak
atas diri menjadi kebutuhan mendesak—terutama bagi remaja madrasah.
Pendidikan Kespro (Kesehatan Reproduksi) berperspektif Islam hadir sebagai
angin segar yang bukan hanya menyentuh ranah biologis, tetapi juga moral dan
spiritual.
Sebuah modul terbaru bertajuk “Privasi dan Hak atas
Tubuh” dikembangkan sebagai bagian dari kurikulum Pendidikan Kespro Islami.
Topik ini membekali siswa madrasah dengan pemahaman bahwa tubuh mereka adalah
amanah dari Allah SWT yang harus dijaga, bukan hanya dari segi kesehatan tetapi
juga dari pelecehan fisik dan verbal.
Tubuh Adalah Amanah, Bukan Komoditas
Dalam modul tersebut dijelaskan bahwa privasi adalah
hak mutlak setiap manusia untuk menentukan batasan terhadap tubuhnya. Islam pun
telah lama mengajarkan konsep iffah (kesucian diri) dan hifzhul ‘ird
(menjaga kehormatan), jauh sebelum istilah body autonomy populer di dunia
Barat.
“Setiap individu berhak merasa aman, dihargai, dan
terbebas dari sentuhan, pandangan, maupun komentar yang merendahkan martabatnya,”
tulis modul tersebut dengan mengutip QS. Al-Isra: 32 dan QS. Al-Baqarah: 222
sebagai dasar pijakan.
Antara Aurat dan Interaksi Sosial
Tidak semua siswa menyadari bahwa tindakan sehari-hari
seperti menyentuh bahu teman tanpa izin atau menatap dengan intens bisa masuk
kategori pelanggaran hak atas tubuh. Modul ini secara eksplisit membahas
batasan aurat, interaksi fisik, dan pentingnya persetujuan dalam hubungan
sosial.
Kasus nyata juga diangkat sebagai studi kasus, seperti
pengalaman seorang siswa yang tidak nyaman karena temannya sering menyentuh
bahunya. Diskusi ini bukan untuk menghakimi, tetapi untuk membangun pemahaman
bersama bahwa tubuh bukanlah wilayah bebas bagi siapa pun selain pemiliknya.
Cara Menolak dengan Asertif, Bukan
Agresif
Yang menarik, pendekatan yang digunakan dalam
pembelajaran tidak menggurui, melainkan partisipatif. Melalui simulasi role
play, siswa diajak mempraktikkan cara menolak sentuhan yang tidak
diinginkan secara asertif namun tetap sopan. Refleksi individu juga diberikan
agar setiap siswa bisa merenung: “Bagaimana aku menjaga tubuhku sebagai amanah
dari Allah?”
Kritis, tetapi Solutif
Pendekatan kritis terhadap sistem pendidikan yang
selama ini cenderung tabu membicarakan soal tubuh dan seksualitas pun menjadi
sorotan. Masih banyak guru yang bingung membahas topik ini karena khawatir
dianggap vulgar. Padahal, jika tidak diberikan pendidikan yang tepat, para
remaja bisa mendapat informasi keliru dari media sosial atau konten tak
bertanggung jawab.
Modul ini menjawab tantangan tersebut dengan
menggabungkan nilai-nilai Islam dan pendekatan edukatif modern. Alih-alih
membungkam rasa ingin tahu siswa, modul ini justru mengarahkan rasa penasaran
itu menuju kesadaran akan tanggung jawab dan harga diri.
Mengapa Ini Penting?
Kasus kekerasan seksual dan pelecehan verbal terhadap
anak terus meningkat. Bahkan banyak yang tidak sadar bahwa mereka telah
dilecehkan karena tidak pernah diajarkan apa itu pelanggaran hak atas tubuh.
Pendidikan seperti ini harusnya menjadi bagian dari sistem madrasah, bukan
sekadar tambahan atau sisipan.
Dengan pemahaman yang utuh, siswa tidak hanya bisa
melindungi dirinya sendiri tetapi juga bisa menjadi agen perubahan—melindungi
teman, adik, atau bahkan masyarakat sekitar dari perlakuan tak pantas.
Solusi yang Bisa Diadopsi
- Integrasi
Modul dalam Kegiatan P5 dan PKRS: Kegiatan ini bisa dimasukkan dalam Projek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil ‘Alamin di
madrasah.
- Pelatihan
Guru Pendamping: Guru perlu dibekali cara menyampaikan topik ini dengan
bahasa yang kontekstual dan Islami.
- Melibatkan
Orang Tua: Madrasah bisa menggelar sesi parenting agar orang tua memahami
pentingnya hak tubuh anak.
Pendidikan Kespro Islami bukan sekadar materi
tambahan, melainkan investasi jangka panjang untuk membentuk generasi madrasah
yang tahu harga dirinya dan berani menjaga kehormatan tubuhnya. Jadi, kalau
bukan sekarang, kapan lagi kita mulai membekali anak-anak kita dengan
pengetahuan paling dasar namun paling penting ini?
Post a Comment