(37) Pendidikan Kespro Islami: Kenapa Tubuh Kita Bukan Milik Siapa-Siapa? Anak Madrasah Perlu Tahu Ini Sejak Dini!

 


                                                 Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag.

Di tengah derasnya arus informasi dan normalisasi konten seksual di media sosial, kesadaran akan privasi tubuh dan hak atas diri menjadi kebutuhan mendesak—terutama bagi remaja madrasah. Pendidikan Kespro (Kesehatan Reproduksi) berperspektif Islam hadir sebagai angin segar yang bukan hanya menyentuh ranah biologis, tetapi juga moral dan spiritual.

Sebuah modul terbaru bertajuk “Privasi dan Hak atas Tubuh” dikembangkan sebagai bagian dari kurikulum Pendidikan Kespro Islami. Topik ini membekali siswa madrasah dengan pemahaman bahwa tubuh mereka adalah amanah dari Allah SWT yang harus dijaga, bukan hanya dari segi kesehatan tetapi juga dari pelecehan fisik dan verbal.

Tubuh Adalah Amanah, Bukan Komoditas

Dalam modul tersebut dijelaskan bahwa privasi adalah hak mutlak setiap manusia untuk menentukan batasan terhadap tubuhnya. Islam pun telah lama mengajarkan konsep iffah (kesucian diri) dan hifzhul ‘ird (menjaga kehormatan), jauh sebelum istilah body autonomy populer di dunia Barat.

“Setiap individu berhak merasa aman, dihargai, dan terbebas dari sentuhan, pandangan, maupun komentar yang merendahkan martabatnya,” tulis modul tersebut dengan mengutip QS. Al-Isra: 32 dan QS. Al-Baqarah: 222 sebagai dasar pijakan.

Antara Aurat dan Interaksi Sosial

Tidak semua siswa menyadari bahwa tindakan sehari-hari seperti menyentuh bahu teman tanpa izin atau menatap dengan intens bisa masuk kategori pelanggaran hak atas tubuh. Modul ini secara eksplisit membahas batasan aurat, interaksi fisik, dan pentingnya persetujuan dalam hubungan sosial.

Kasus nyata juga diangkat sebagai studi kasus, seperti pengalaman seorang siswa yang tidak nyaman karena temannya sering menyentuh bahunya. Diskusi ini bukan untuk menghakimi, tetapi untuk membangun pemahaman bersama bahwa tubuh bukanlah wilayah bebas bagi siapa pun selain pemiliknya.

Cara Menolak dengan Asertif, Bukan Agresif

Yang menarik, pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran tidak menggurui, melainkan partisipatif. Melalui simulasi role play, siswa diajak mempraktikkan cara menolak sentuhan yang tidak diinginkan secara asertif namun tetap sopan. Refleksi individu juga diberikan agar setiap siswa bisa merenung: “Bagaimana aku menjaga tubuhku sebagai amanah dari Allah?”

Kritis, tetapi Solutif

Pendekatan kritis terhadap sistem pendidikan yang selama ini cenderung tabu membicarakan soal tubuh dan seksualitas pun menjadi sorotan. Masih banyak guru yang bingung membahas topik ini karena khawatir dianggap vulgar. Padahal, jika tidak diberikan pendidikan yang tepat, para remaja bisa mendapat informasi keliru dari media sosial atau konten tak bertanggung jawab.

Modul ini menjawab tantangan tersebut dengan menggabungkan nilai-nilai Islam dan pendekatan edukatif modern. Alih-alih membungkam rasa ingin tahu siswa, modul ini justru mengarahkan rasa penasaran itu menuju kesadaran akan tanggung jawab dan harga diri.

Mengapa Ini Penting?

Kasus kekerasan seksual dan pelecehan verbal terhadap anak terus meningkat. Bahkan banyak yang tidak sadar bahwa mereka telah dilecehkan karena tidak pernah diajarkan apa itu pelanggaran hak atas tubuh. Pendidikan seperti ini harusnya menjadi bagian dari sistem madrasah, bukan sekadar tambahan atau sisipan.

Dengan pemahaman yang utuh, siswa tidak hanya bisa melindungi dirinya sendiri tetapi juga bisa menjadi agen perubahan—melindungi teman, adik, atau bahkan masyarakat sekitar dari perlakuan tak pantas.

Solusi yang Bisa Diadopsi

  1. Integrasi Modul dalam Kegiatan P5 dan PKRS: Kegiatan ini bisa dimasukkan dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil ‘Alamin di madrasah.
  2. Pelatihan Guru Pendamping: Guru perlu dibekali cara menyampaikan topik ini dengan bahasa yang kontekstual dan Islami.
  3. Melibatkan Orang Tua: Madrasah bisa menggelar sesi parenting agar orang tua memahami pentingnya hak tubuh anak.

Pendidikan Kespro Islami bukan sekadar materi tambahan, melainkan investasi jangka panjang untuk membentuk generasi madrasah yang tahu harga dirinya dan berani menjaga kehormatan tubuhnya. Jadi, kalau bukan sekarang, kapan lagi kita mulai membekali anak-anak kita dengan pengetahuan paling dasar namun paling penting ini?

Post a Comment

Previous Post Next Post