Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag, S.Pd, M.Ag
Pendidikan di Indonesia masih menghadapi
tantangan serius dalam hal efektivitas pembelajaran. Data Programme for
International Student Assessment (PISA) 2023 menempatkan Indonesia di peringkat
ke-68 dari 81 negara, dengan skor membaca, matematika, dan sains jauh di bawah
rata-rata global. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pembelajaran kita belum
menghasilkan pemahaman yang mendalam, kritis, dan aplikatif. Lalu, apa
solusinya?
Dr. Dermawati, M.Si., dalam Webinar Nasional
AGERLIP-3, memaparkan gagasan strategis tentang Model dan Sistem Evaluasi
Pembelajaran Mendalam sebuah pendekatan yang tidak sekadar mengajar untuk
tahu, tetapi mengajar untuk memahami, mengolah, dan merefleksi. Model ini
disebut-sebut mampu menciptakan peserta didik yang bukan hanya cerdas akademik,
tetapi juga sadar diri, kontekstual, dan mampu berkontribusi pada masyarakat.
Pembelajaran mendalam berangkat dari prinsip dasar:
berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan. Artinya, proses belajar tidak lagi
bersifat instruksional semata, melainkan menjadi pengalaman hidup yang
menyeluruh. Peserta didik diajak berpikir, merasakan, bergerak, dan
merefleksikan dalam setiap tahap belajar. Ini bukan hanya soal menuntaskan
kurikulum, tetapi membangun karakter dan kompetensi secara holistik.
Taksonomi yang dikembangkan tidak berhenti pada mengingat
dan mengerti, tapi dilanjutkan dengan menghubungkan, mengaplikasikan,
hingga merefleksi. Dalam praktiknya, pembelajaran mendalam
mengintegrasikan tiga jenis pengetahuan utama: foundational knowledge (dasar),
applied knowledge (terapan), dan humanistic knowledge (nilai dan sikap).
Ketiganya menyatu dalam pengalaman belajar yang kontekstual dan bermakna.
Yang menarik, sistem ini didukung oleh lingkungan
pembelajaran yang dirancang fleksibel baik secara fisik maupun digital. Ruang
kelas tidak lagi kaku, tetapi menjadi tempat eksplorasi, kolaborasi, dan
pertukaran ide. Teknologi digital memainkan peran penting, memungkinkan
interaktivitas dan akses luas bahkan di wilayah minim koneksi, melalui skema
semi-online, WAN, atau digital library.
Perubahan juga terjadi pada ranah evaluasi. Asesmen
dalam pembelajaran mendalam bersifat formatif, sumatif, dan reflektif. Peserta
didik tidak hanya dinilai berdasarkan hasil akhir, tetapi juga proses,
perkembangan, dan kesadarannya terhadap pembelajaran. Ini membuka ruang umpan
balik berkelanjutan yang mendorong perbaikan dan pertumbuhan personal.
Guru bertransformasi menjadi fasilitator aktif—bukan
sekadar penyampai materi. Mereka memandu proses belajar dengan pendekatan
berbasis proyek, inkuiri, pemikiran desain, dan pendekatan multidisipliner
seperti STEAM atau SETS. Di sisi lain, kepala sekolah dan pengawas menjadi
manajer pembelajaran, bukan sekadar administrator. Kolaborasi dengan orang tua,
masyarakat, dunia usaha, dan media juga diakui sebagai bagian dari ekosistem
pembelajaran.
Model ini mengedepankan pembaruan kurikulum yang
fleksibel, relevan, dan responsif terhadap perkembangan zaman serta minat dan
potensi peserta didik. Dengan pendekatan terpadu dan pembelajaran kontekstual,
pendidikan tak lagi terpisah dari realitas kehidupan, tetapi menjadi jembatan
antara ilmu dan aksi nyata.
Apakah model ini cukup menjawab tantangan pendidikan
kita saat ini? Tentu tidak bisa instan. Tetapi jika diterapkan secara konsisten
dan kolaboratif, pembelajaran mendalam bisa menjadi jalan keluar dari krisis
literasi, numerasi, dan karakter yang selama ini menghantui. Pendidikan tak
boleh hanya mengejar angka, tetapi harus mampu melahirkan manusia yang utuh,
sadar, dan berdaya.
Sudah saatnya pendidikan Indonesia tidak hanya
mengajarkan apa, tetapi juga mengapa dan bagaimana.
Pembelajaran mendalam bukan sekadar metode, tetapi filosofi baru dalam
menanamkan ilmu, nilai, dan masa depan.
Apakah Anda siap mengubah cara belajar menjadi lebih
bermakna?
Post a Comment