(74) Manfaat Kesehatan Tertawa: Benarkah Pura-Pura Tertawa Bisa Bikin Bahagia Beneran? Ini Fakta Mengejutkan Soal Cara Otak Merespons Tawa, Asli Maupun Palsu!



                                            Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag

Siapa sangka, pura-pura tertawa ternyata bisa memberikan manfaat yang sama dengan tertawa sungguhan? Banyak yang mengira bahwa hanya tawa yang tulus dari hati yang berdampak positif bagi kesehatan.

Namun sains menunjukkan, otak manusia tidak cukup pintar untuk membedakan antara tawa yang asli dan tawa yang dibuat-buat. Yang dikenali otak hanyalah gerakan otot wajah, dan dari situlah seluruh efek positif dimulai.

Fakta ini membuka pemahaman baru dalam dunia pendidikan dan kesehatan mental, terutama bagi pelajar, guru, maupun orang tua. Dalam situasi penuh tekanan seperti masa ujian, konflik sosial, atau bahkan rutinitas monoton sekolah, seringkali sulit untuk benar-benar merasa bahagia.

Tapi tahukah Anda bahwa hanya dengan menggerakkan otot wajah seolah-olah tertawa, tubuh Anda bisa memicu pelepasan hormon endorfin?

Endorfin dikenal sebagai hormon perasaan baik. Ia bertugas meningkatkan mood, meredakan nyeri, mengurangi stres, dan melancarkan sirkulasi darah. Jadi, meskipun Anda sedang tidak benar-benar gembira, berpura-pura tertawa bisa menjadi trik psikologis dan biologis yang cerdas untuk mengelabui sistem saraf Anda agar merasa lebih baik.

Dalam konteks pendidikan, ini bisa menjadi solusi sederhana namun efektif untuk membangun suasana belajar yang menyenangkan. Bayangkan jika guru memulai pelajaran dengan sesi tertawa kecil tidak perlu lucu, cukup ajak siswa tersenyum dan tertawa bersama selama satu menit. Aktivitas ini dapat memperbaiki suasana hati siswa, meningkatkan konsentrasi, dan mengurangi kecemasan.

Manfaatnya juga berdampak pada relasi sosial di lingkungan sekolah. Tawa, meskipun pura-pura, menciptakan efek domino psikologis yang mempererat ikatan antarindividu. Siswa yang terbiasa tertawa bersama, bahkan dalam suasana formal, cenderung memiliki empati lebih tinggi dan komunikasi yang lebih terbuka.

Namun tentu saja, pendekatan ini bukan tanpa kritik. Sebagian orang mungkin menilai bahwa berpura-pura tertawa bisa terasa artifisial, bahkan munafik. Tapi perlu dipahami, ini bukan soal menipu diri sendiri, melainkan memanfaatkan mekanisme alami tubuh untuk mengaktifkan sistem keseimbangan emosi.

Justru ketika seseorang memaksa dirinya tersenyum atau tertawa dalam situasi sulit, itu bisa menjadi langkah awal keluar dari lingkaran stres atau keputusasaan.

Langkah-langkah kecil ini bisa diterapkan dengan mudah. Misalnya, sekolah dapat menyisipkan laughing break di sela kegiatan belajar, guru dapat memancing siswa untuk tertawa saat menjelaskan materi sulit, atau orang tua dapat mengajak anak-anak tertawa pura-pura saat suasana di rumah terasa tegang. Yang penting adalah konsistensi dan kesadaran akan manfaatnya.

Trik ini bahkan sudah diadopsi dalam berbagai terapi tertawa (laughter therapy) di sejumlah negara. Terapi ini mengandalkan gerakan tertawa buatan sebagai pemicu kebahagiaan alami.

Banyak pasien depresi dan gangguan kecemasan yang menunjukkan perbaikan kondisi hanya dengan teknik ini, tanpa obat-obatan berat.

Untuk pelajar dan tenaga pendidik, ini adalah kabar baik. Di tengah berbagai tekanan kurikulum, tuntutan capaian akademik, dan dinamika sosial yang rumit, strategi sederhana seperti pura-pura tertawa bisa menjadi senjata ampuh yang murah, aman, dan langsung terasa efeknya.

Kesimpulannya, tertawa memang bukan selalu soal lucu. Kadang, itu adalah bentuk perlawanan terhadap stres. Dan yang lebih mengejutkan: otak Anda tak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang pura-pura. Jadi, kenapa tidak mencoba tertawa meski hanya dibuat-buat dan rasakan manfaatnya bagi tubuh dan pikiran Anda?

Demikian informasi terkini dilansir dari https://www.instagram.com/voxnative/

Ingin mencoba? Ayo tertawa sekarang… ha… ha… ha…
Siapa tahu, hari ini bisa terasa lebih ringan hanya dengan memancing senyum di wajah Anda sendiri.

Post a Comment

Previous Post Next Post