Bangun Pagi, Menyambut Kebaikan

 

Oleh: Samsam Budiman, M.Pd


Pagi hari selalu menyimpan makna yang dalam bagi siapa saja yang mau merenung. Dalam sunyinya subuh, banyak hal bisa kita refleksikan. Salah satu hal yang saya rasakan sendiri adalah bagaimana tempat dan kondisi bisa memengaruhi semangat dan rutinitas kita. Ketika berada di tempat yang berbeda, ternyata suasana hati dan tanggung jawab pun bisa berubah.


Sebelumnya Saya mau diclaimer. Saya saat ini hidup di dua tempat. Di daerah Ciaul dan daerah Baros. dua-duanya ada di lwilayah Kota Sukabumi. Bedanya, di Ciaul, itu adalah tempat tinggal orang tua saya yang saat ini saya yang melanjutkan perjuangan orang tua untuk berhidmah di masyarakat mengelola madarasah diniyah dan pengajian di Masjid Jami'pinggir rumah. 


Sementara di Baros, itu tempat kediaman saya dan keluarga kecil saya. Tiap Senin-Rabu, saya tinggal di Baros, Pulang Pergi ke tempat saya mengajar di SMA Hayatan Thoyyibah. sedangkan di hari Kamis-Ahad saya tinggal di Ciaul. 


Saat saya berada di Ciaul, suasananya begitu berbeda dengan ketika saya berada di Baros. Di Ciaul, seolah-olah saya dituntut untuk lebih disiplin, terutama soal waktu bangun pagi. Subuh menjadi waktu yang wajib dijaga. Tidak hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk membangunkan orang lain, memimpin jamaah, bahkan menyampaikan sedikit ilmu selepas salat.


Sementara itu, di Baros, saya merasa lebih santai. Rutinitas tidak sepadat saat di Ciaul. Tanggung jawab utama hanya sebagai kepala keluarga. Tidak banyak tuntutan dari luar. Maka, waktu bangun pun bisa lebih fleksibel. Walaupun tentu, itu bukanlah alasan untuk bermalas-malasan.


Dari dua kondisi ini, saya belajar bahwa iman dan tanggung jawab sangat berperan dalam membentuk kebiasaan kita. Ketika dihadapkan pada tanggung jawab sosial dan keagamaan, kita seolah ‘dipaksa’ untuk lebih sigap. Padahal, seharusnya tanpa dorongan pun, kita bisa tetap konsisten dalam kebaikan.


Sering kali kita baru bergerak ketika ada dorongan dari luar. Padahal, kalau niat kita benar-benar karena Allah, seharusnya di mana pun kita berada, semangat ibadah itu tetap sama. Tidak perlu ada yang menyuruh atau menuntut. Karena ibadah adalah tugas utama kita sebagai hamba.


Kita memang manusia biasa yang imannya naik turun. Tapi bukan berarti kita tidak bisa berusaha. Justru karena kita tahu kita lemah, maka kita harus lebih keras melatih diri. Mulai dari hal kecil seperti bangun pagi, shalat tepat waktu, hingga menjaga semangat dalam berkarya dan berbuat baik.


Mari sahabat, kita terus saling mengingatkan untuk tetap dalam kebaikan. Jangan sampai kita hanya semangat ketika ada yang melihat, tapi lalai saat sendiri. Bukankah Allah selalu melihat kita di mana pun kita berada?


Tidak ada kata terlambat untuk berubah. Selama kita masih diberi waktu dan tenaga, maka teruslah berbuat. Jangan biarkan hari-hari kita berlalu tanpa makna. Buatlah cerita dan karya, agar kelak kita bisa berkata bahwa kita pernah berjuang.


Pagi adalah waktu terbaik untuk memulai segalanya. Mulai dengan bismillah, niatkan untuk kebaikan. Siapa tahu, dari langkah kecil itu, Allah semakin sayang kepada kita. Bangun pagi bukan sekadar rutinitas, tapi awal dari perjalanan menuju ridho-Nya.


=============================

Kepala Madrasah Diniyah Gg. Djuli Ciaul Cikole Kota Sukabumi Guru SMA Hayatan Toyyibah Kota Sukabumi

Bendahara FU-Warci (Forum Ukhuwah Islamiyah Warga Ciaul) Kota Sukabumi

Post a Comment

Previous Post Next Post