Mengelola Stres di Era Pembelajaran Digital

 


Oleh: Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd.

Ketua Umum PGM Ind Wil. Jambi

Pengawas MA Kab. Muaro Jambi

Ketua III Forkom Ormas Jambi

 

Abstrak

Transformasi digital dalam dunia pendidikan telah menghadirkan tantangan baru, termasuk meningkatnya tingkat stres di kalangan pendidik dan peserta didik. Artikel ini mengkaji stres di era pembelajaran digital dari perspektif kesehatan mental, nilai-nilai agamis, serta menawarkan solusi yang adaptif dan praktis. Diharapkan, pendekatan holistik ini dapat membantu para pelaku pendidikan menjaga keseimbangan emosi, spiritualitas, dan produktivitas dalam menghadapi disrupsi teknologi.


Pendahuluan

Secara empiris, Era digital telah mampu mengubah lanskap pendidikan secara masif. Model pembelajaran daring, hybrid, serta pemanfaatan berbagai aplikasi edutech menjadi standar baru dalam pembelajaran. Namun, di balik kemudahan akses informasi dan fleksibilitas waktu, muncul tekanan psikologis yang tak bisa diabaikan: stres digital. Guru dituntut melek teknologi, siswa harus adaptif terhadap platform baru, sementara kesiapan infrastruktur masih belum merata.


Hal itu, menurut WHO (2022), menjelaskan bahwa stres kronis yang tidak dikelola dengan baik dapat memicu gangguan kecemasan, depresi, hingga penurunan kinerja akademik. Oleh karena itu, perlu ada strategi terpadu dalam menghadapi stres digital ini, bukan hanya dari sisi psikis tetapi juga dari sisi spiritual dan sosial.


Berikut ini dimenisi-dimensi yang menjadi pembahasan dalam artikel ini, yaitu:

1. Dimensi Kesehatan Mental dalam Pembelajaran Digital

a. Sumber Stres, dapat dikategorisasikan kepada tiga hal, yaitu:

a.        Overload informasi (information overload): Terlalu banyak platform dan materi membuat otak mengalami kelelahan kognitif.

  1. Tekanan waktu dan ekspektasi hasil instan: Baik guru maupun siswa dituntut cepat beradaptasi.
  2. Kurangnya interaksi sosial langsung: Mengakibatkan kesepian, isolasi, dan kelelahan emosional (Zoom fatigue).

Oleh karena itu, selanjutnya dalam pendapat Lazarus & Folkman (1984), stres muncul ketika tuntutan lingkungan dianggap melebihi kapasitas adaptasi individu. Mengakibatkan pengaruh yang sangat berdampak kepada manusia.


b. Dampak terebut dapat berupa: 

a.        Penurunan motivasi belajar dan mengajar

  1. Gejala psikosomatis: sakit kepala, gangguan tidur, kecemasan
  2. Burnout akademik (kelelahan emosional akibat tuntutan pembelajaran daring)

Disamping analisa stress akibat digitalisasi dalam pembelajaran, berikut ini pembahasan mengenai pandangan agama dalam menyikapi stress tersebut. 


2. Pandangan Islam dalam Mengelola Stres

a. Stres dalam Perspektif Agama

Islam mengakui bahwa manusia memiliki batas kemampuan. Oleh karena itu, ketika beban terasa berat, solusi spiritual dapat menjadi perisai utama. Dalam satu ayat dijelaskan bahwa: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286) sesuai dengan yat tersebut, Rasulullah ﷺ juga mengajarkan doa sebagai sarana penguat jiwa saat dilanda keresahan, doa tersebut adalah: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesusahan dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan…” (HR. Abu Dawud). Diharapkan dengan berserah diri dalam doa-doa , akan melahirkan sikap tenang dalam menghadaip tantangan zaman, sehingga ketenangan itu dapat membuat pemikiran menjadi jernih.


b. Praktik Spiritual untuk Menurunkan Stres

praktik spiritual ini, dapat dicontohkan dalan bentuk-bentuk seperti:

a.        Shalat tepat waktu dan khusyuk dapat menurunkan tekanan darah dan detak jantung

  1. Dzikir dan meditasi islami (muraqabah) menenangkan sistem saraf
  2. Berbaik sangka (husnuzhan) terhadap takdir teknologi dan perubahan


3. Solusi Adaptif dan Praktis, dapat diterapkan dalam kehidupan kita, saat enhadapi stress, yaitu:

a. Strategi Adaptif

  1. Manajemen Waktu Digital: Buat jadwal belajar/mengajar yang realistis dan menyisipkan waktu istirahat (teknik Pomodoro).
  2. Kurasi Platform: Gunakan sedikit tetapi efektif (misal: cukup 1 LMS dan 1 media komunikasi).
  3. Asesmen Fleksibel: Penilaian berbasis proses, bukan hanya produk akhir.


b. Strategi Praktis untuk Guru dan Siswa

Berikut ini tips strategis dan praktis dalam menghadapi stress bagi guur dan siswa

Pihak

Strategi Praktis

Guru

Pelatihan literasi digital secara berkelanjutan; bergabung komunitas profesional

Siswa

Teknik relaksasi; belajar bersama teman (peer learning); refleksi harian

Orang Tua

Pendampingan emosional; komunikasi terbuka dengan anak dan guru

 

c. Peran Institusi, dalam menangani setres, yaitu:

a.        Sekolah/Madrasah perlu menyediakan layanan konseling online

  1. Pengawas dan kepala madrasah perlu menciptakan iklim yang supportif dan tidak menekan


Kesimpulan

Mengelola stres di era pembelajaran digital bukan sekadar persoalan teknis, tetapi menyangkut keseimbangan antara mental, spiritual, dan sosial. Pendidik dan peserta didik perlu menyadari bahwa teknologi adalah alat bantu, bukan sumber beban. Dengan pendekatan berbasis kesehatan mental, nilai-nilai keislaman, serta strategi adaptif-praktis, stres dapat dikendalikan dan proses pendidikan dapat berjalan lebih sehat, humanis, dan bermakna.

Daftar Pustaka

Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah: 286

Darling-Hammond, L. (2017). Empowered Educators: How High-Performing Systems Shape Teaching Quality.

Hadis: HR. Abu Dawud

Hidayat, A. (2021). Kesehatan Mental Perspektif Islam. Jakarta: Prenada Media.

Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. Springer.

WHO. (2022). Mental health and COVID-19: Early evidence of the pandemic’s impact.

Post a Comment

Previous Post Next Post