Oleh Nurul Jubaedah, S Ag.,S.Pd.,M.Ag
(Naskah ke 84)
Ternyata begini lho... saat kamu merasa paling
tegas tapi justru merendahkan orang lain tanpa sadar. Ini bukan soal siapa yang
paling hebat, paling tahu, atau paling keras menyuarakan kebenaran. Tapi
bagaimana kamu mengemas niat baik agar tidak jadi senjata tajam yang
melukai. Sayangnya, banyak orang sekarang lebih cepat menuding daripada
memahami.
Apa masalahnya?
Fenomena menasihati secara brutal, vulgar, dan terbuka
makin marak, baik di dunia nyata maupun media sosial. Dengan dalih “demi
kebaikan”, seseorang bisa menyudutkan, mempermalukan, bahkan menjatuhkan harga
diri orang lain di depan umum. Parahnya, ini dilakukan atas nama agama,
kebenaran, atau kedisiplinan. Padahal, bukan begitu caranya.
Apa dampaknya?
Kritik tanpa etika hanya menghasilkan dua hal: luka
dan dendam. Bukan perbaikan. Seringkali, niat baik yang disampaikan dengan cara
kasar justru ditolak mentah-mentah. Bukan karena orang tak mau berubah, tapi
karena merasa diserang, bukan diajak. Cara menyampaikan menentukan apakah
nasihatmu diterima atau dibuang ke tong sampah.
Simak dua kutipan penting ini:
1. Imam
Syafi’i:
Seseorang yang bijak pernah mengingatkan bahwa menasihati orang lain sebaiknya
dilakukan dalam kesendirian, karena menyampaikan teguran di hadapan banyak
orang bisa terasa seperti mempermalukan, bukan membimbing.
2. Gus
Dur:
Ada pandangan luhur yang menyatakan bahwa menghargai sesama manusia sejatinya
adalah bentuk penghormatan kepada Tuhan yang menciptakannya, sementara
meremehkan orang lain sama saja dengan tidak menghargai Sang Pencipta.
Dua tokoh ini mengingatkan kita: tegur dengan cinta,
bukan dengan cela. Hanya karena kamu tahu sesuatu, bukan berarti kamu boleh
menginjak kepala orang lain.
Solusi yang ditawarkan
- Pelajari
adab sebelum berdakwah, mendidik, atau menegur
- Hindari
menyampaikan nasihat di ruang publik, apalagi dengan nada tinggi
- Gunakan
pendekatan personal, bukan paksaan moral
- Ingat,
manusia bukan objek koreksi, tapi subjek yang harus dimuliakan
- Tidak
semua hal perlu dikomentari, terutama jika niatnya belum bersih
Langkah yang bisa kamu ambil sekarang juga
- Jangan
langsung menegur di depan umum, tarik pelan-pelan
- Tahan
diri untuk tidak “pamer kebenaran” di kolom komentar
- Evaluasi
niat: kamu ingin membantu atau ingin diakui bijak?
- Baca
ulang sebelum mengirim pesan atau postingan yang mengkritik
- Biasakan
empati sebelum opini
Bayangkan kamu diperlakukan dengan cara yang sama dipermalukan,
dituding, dinasihati di depan orang banyak. Apakah kamu akan berubah, atau
justru makin keras hati?
Kamu bisa jadi orang paling pintar di ruangan, tapi
tanpa adab, semua sia-sia. Kebenaran yang disampaikan dengan cara yang buruk
hanya akan jadi bumerang. Edukasi tanpa empati hanyalah topeng kesombongan.
Mulai hari ini, latih diri untuk bijak sebelum menasihati. Hormati manusia,
karena Tuhan yang menciptakan mereka. Jangan merasa paling benar jika caramu
saja belum benar. Simpan tulisan ini, renungkan, dan bagikan ke orang yang
butuh diingatkan dengan santun. Karena memuliakan manusia bukan kelemahan itu
kekuatan sejati.
Post a Comment