(43) Resume Webinar Srikandi PGM Indonesia: Bisakah Guru Perempuan Mewujudkan Generasi Emas 2045 Jika Masih Terbelenggu Bias dan Budaya Patriarki?

 

                                                   Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag.

Webinar nasional bertajuk “Peran Strategis Guru Perempuan dalam Menyiapkan Generasi Emas 2045” yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Guru Madrasah (PGM) Indonesia menjadi momentum penting untuk menggugah kesadaran pendidikan yang setara dan berpihak pada potensi semua gender. Acara ini hadir dalam rangka memperingati Hari Kartini dengan menghadirkan tokoh-tokoh Srikandi pendidikan dari berbagai penjuru Nusantara.

Dipandu dengan hangat dan penuh semangat oleh Nurul Jubaedah, S.Ag., S.Pd., M.Ag., webinar ini tidak hanya mengalir secara sistematis, tetapi juga menyentuh sisi emosional dan spiritual peserta. Dalam pantun pembukanya, Nurul menyampaikan:

“Berbagi ilmu tak pernah rugi, langkah kecil jadi inspirasi. Srikandi PGM terus berbagi, cerdas mendidik, tulus mengabdi.”

Sebagai host, ia tak hanya menjalankan tugas teknis, namun juga memperkuat atmosfer solidaritas dan kolaborasi antar pendidik. “Kita bukan sekadar hadir untuk mendengar, tapi untuk saling menguatkan dan bergerak bersama menuju perubahan,” ucap Nurul dengan mantap.

Acara dibuka oleh Dr. Hj. Neni Argaeni, M.Pd.I, Wakil Ketua Umum PP PGM Indonesia, yang menegaskan bahwa guru perempuan bukan pelengkap, tetapi pilar utama pembentukan karakter generasi bangsa.

Selanjutnya hadir tiga narasumber utama dengan gagasan kuat dan berani:

Dr. Aty Mulyani (Ketua PGM Jambi):

Ia menguraikan peran kepemimpinan perempuan dari perspektif sosial budaya, biologis, dan Islam. Dengan dasar ilmiah, ia menunjukkan keunggulan otak perempuan dalam multitasking, kecerdasan emosional, hingga daya tahan stres. Ditambah dengan nilai Islam yang menekankan kesetaraan spiritual, Dr. Aty menyimpulkan bahwa perempuan berhak dan mampu memimpin. “Ketakwaan dan kapasitaslah yang jadi ukuran, bukan jenis kelamin,” ujarnya.

Siti Mutiah, M.Pd. (Ketua PGM Maluku Utara):

Menyuarakan perlunya membongkar budaya patriarki yang masih menjadi tembok penghalang di dunia pendidikan. Ia menekankan pentingnya pendidikan berbasis gender yang adil dan inklusif. “Kurikulum harus sensitif gender, dan guru perempuan harus jadi penggerak utama perubahan ini,” tegasnya. Ia mengajak semua pendidik berani menantang norma yang membatasi anak perempuan dan membebani anak laki-laki.

Sulistya Budiwati (Ketua PGM Papua Barat):

Mengajak guru madrasah untuk menyadari betapa hal-hal kecil dalam kelas bisa mereproduksi atau memutus bias gender. Ia menyarankan revisi buku teks, penggunaan bahasa inklusif, serta membuka ruang dialog soal gender. “Keadilan dimulai dari cara guru memperlakukan siswanya setiap hari,” jelas Sulistya.

Diskusi yang dipandu Hj. Lilik Fatkhu Diniyah, M.Pd. berlangsung hidup, interaktif, dan penuh energi. Banyak peserta webinar menyampaikan apresiasi lewat kolom chat, mengaku tercerahkan dan termotivasi untuk mempraktikkan gagasan yang disampaikan para narasumber.

Sebagai penutup, MC Nurul Jubaedah kembali mengingatkan pentingnya semangat kolaborasi dan perubahan. “Hari ini bukan akhir, tapi awal dari gerakan guru perempuan yang sadar, kuat, dan solutif,” ucapnya. Ia pun menutup acara dengan doa yang menyentuh dan pantun penuh harap:

“Mentari sore mulai tenggelam, langit jingga menawan hati. Ilmu dan inspirasi telah kita salam, sampai jumpa di acara penuh makna berikutnya nanti.”

Webinar ini bukan sekadar seremoni. Ia adalah percikan api gerakan pendidikan berbasis keadilan, kesetaraan, dan kolaborasi. Generasi emas hanya akan lahir jika guru terutama guru perempuan tidak lagi dibelenggu oleh budaya patriarki dan ketimpangan gender.

Post a Comment

Previous Post Next Post