Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag.
Webinar nasional bertajuk “Peran Strategis
Guru Perempuan dalam Menyiapkan Generasi Emas 2045” yang diselenggarakan
oleh Perkumpulan Guru Madrasah (PGM) Indonesia menjadi momentum penting untuk
menggugah kesadaran pendidikan yang setara dan berpihak pada potensi semua
gender. Acara ini hadir dalam rangka memperingati Hari Kartini dengan menghadirkan
tokoh-tokoh Srikandi pendidikan dari berbagai penjuru Nusantara.
Dipandu dengan hangat dan penuh semangat oleh Nurul
Jubaedah, S.Ag., S.Pd., M.Ag., webinar ini tidak hanya mengalir secara
sistematis, tetapi juga menyentuh sisi emosional dan spiritual peserta. Dalam
pantun pembukanya, Nurul menyampaikan:
“Berbagi ilmu tak pernah rugi, langkah kecil jadi
inspirasi. Srikandi PGM terus berbagi, cerdas mendidik, tulus mengabdi.”
Sebagai host, ia tak hanya menjalankan tugas teknis,
namun juga memperkuat atmosfer solidaritas dan kolaborasi antar pendidik. “Kita
bukan sekadar hadir untuk mendengar, tapi untuk saling menguatkan dan bergerak
bersama menuju perubahan,” ucap Nurul dengan mantap.
Acara dibuka oleh Dr. Hj. Neni Argaeni, M.Pd.I, Wakil
Ketua Umum PP PGM Indonesia, yang menegaskan bahwa guru perempuan bukan
pelengkap, tetapi pilar utama pembentukan karakter generasi bangsa.
Selanjutnya hadir tiga narasumber utama dengan gagasan
kuat dan berani:
Dr. Aty Mulyani (Ketua PGM Jambi):
Ia menguraikan peran kepemimpinan perempuan dari
perspektif sosial budaya, biologis, dan Islam. Dengan dasar ilmiah, ia
menunjukkan keunggulan otak perempuan dalam multitasking, kecerdasan emosional,
hingga daya tahan stres. Ditambah dengan nilai Islam yang menekankan kesetaraan
spiritual, Dr. Aty menyimpulkan bahwa perempuan berhak dan mampu memimpin.
“Ketakwaan dan kapasitaslah yang jadi ukuran, bukan jenis kelamin,” ujarnya.
Siti Mutiah, M.Pd. (Ketua PGM Maluku
Utara):
Menyuarakan perlunya membongkar budaya patriarki yang
masih menjadi tembok penghalang di dunia pendidikan. Ia menekankan pentingnya
pendidikan berbasis gender yang adil dan inklusif. “Kurikulum harus sensitif
gender, dan guru perempuan harus jadi penggerak utama perubahan ini,” tegasnya.
Ia mengajak semua pendidik berani menantang norma yang membatasi anak perempuan
dan membebani anak laki-laki.
Sulistya Budiwati (Ketua PGM Papua
Barat):
Mengajak guru madrasah untuk menyadari betapa hal-hal
kecil dalam kelas bisa mereproduksi atau memutus bias gender. Ia menyarankan
revisi buku teks, penggunaan bahasa inklusif, serta membuka ruang dialog soal
gender. “Keadilan dimulai dari cara guru memperlakukan siswanya setiap hari,”
jelas Sulistya.
Diskusi yang dipandu Hj. Lilik Fatkhu Diniyah, M.Pd.
berlangsung hidup, interaktif, dan penuh energi. Banyak peserta webinar
menyampaikan apresiasi lewat kolom chat, mengaku tercerahkan dan termotivasi
untuk mempraktikkan gagasan yang disampaikan para narasumber.
Sebagai penutup, MC Nurul Jubaedah kembali
mengingatkan pentingnya semangat kolaborasi dan perubahan. “Hari ini bukan
akhir, tapi awal dari gerakan guru perempuan yang sadar, kuat, dan solutif,”
ucapnya. Ia pun menutup acara dengan doa yang menyentuh dan pantun penuh harap:
“Mentari sore mulai tenggelam, langit jingga menawan
hati. Ilmu dan inspirasi telah kita salam, sampai jumpa di acara penuh makna
berikutnya nanti.”
Webinar ini bukan sekadar seremoni. Ia adalah percikan
api gerakan pendidikan berbasis keadilan, kesetaraan, dan kolaborasi. Generasi
emas hanya akan lahir jika guru terutama guru perempuan tidak lagi dibelenggu
oleh budaya patriarki dan ketimpangan gender.
إرسال تعليق