Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas)
tahun ini terasa hangat dan bermakna di lapangan MTsN 2 Garut. Upacara
dilaksanakan dengan khidmat pada Jumat pagi, diikuti oleh Kepala Madrasah, para
guru, tenaga kependidikan, serta peserta didik dari kelas 7 dan 8. Sementara
itu, siswa kelas 9 yang baru saja menyelesaikan Ujian Madrasah Berbasis Digital
(UMBD) mendapat waktu libur, namun semangat peringatan tetap terasa menyeluruh.
Upacara yang berlangsung di bawah sinar matahari pagi
ini bukan sekadar rutinitas tahunan. Pidato Menteri Pendidikan Dasar dan
Menengah Republik Indonesia, Abdul Mu’ti, yang dibacakan dalam upacara oleh
Kepala MTsN 2 Garut, membawa pesan kuat tentang arah dan makna pendidikan
nasional di era Presiden Prabowo Subianto. Dalam pidatonya, Menteri menegaskan
bahwa Hardiknas bukan hanya seremoni, melainkan momen reflektif untuk
meneguhkan dedikasi dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas, inklusif, dan
bermartabat bagi semua anak bangsa.
Pendidikan, menurut Menteri, bukan hanya sarana
penguasaan ilmu, tapi juga proses membangun akhlak mulia dan peradaban manusia.
Pendidikan adalah hak dasar yang tak boleh dibatasi oleh status sosial, suku,
agama, atau domisili. Di sinilah makna partisipasi semesta: seluruh elemen
bangsa guru, orang tua, pemerintah, masyarakat, media—harus bahu-membahu
menjadikan pendidikan sebagai jalan pembebasan dan kemajuan bersama.
Presiden Prabowo Subianto, dalam arah kebijakan
nasionalnya, telah menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama. Melalui
revitalisasi sarana dan pembelajaran digital, peningkatan kualitas guru, serta
penguatan nilai karakter, pemerintah ingin memastikan bahwa pendidikan mampu
memutus mata rantai kemiskinan dan membuka masa depan cerah bagi generasi muda.
Dalam konteks ini, guru diposisikan bukan hanya sebagai fasilitator
pembelajaran, tetapi sebagai mentor dan pengarah kehidupan, yang setia
mendampingi siswa dalam suka dan duka.
Di MTsN 2 Garut, semangat ini terpantul jelas dari
penyelenggaraan upacara yang sederhana namun penuh makna. Kepala Madrasah dalam
amanatnya menyampaikan bahwa guru madrasah harus mampu menjawab tantangan zaman
dengan terus belajar, berinovasi, dan mengedepankan akhlak dalam pengajaran. Ia
juga mengajak seluruh sivitas akademika untuk memaknai pidato menteri sebagai
peta jalan pembenahan bersama, khususnya dalam menghadapi era digital, krisis
karakter, dan tekanan globalisasi.
Doa bersama yang dibacakan di akhir upacara
memperdalam makna spiritual dari pendidikan. Para guru dan siswa memohon kepada
Tuhan agar diberi kekuatan untuk terus menebar cahaya ilmu dan mendampingi
generasi muda menuju cita-cita luhur bangsa. Momen ini mengingatkan semua pihak
bahwa pendidikan bukan hanya urusan kepala dan tangan, tetapi juga urusan hati
dan jiwa.
Meski kelas 9 tidak hadir karena baru menyelesaikan
UMBD, semangat Hardiknas tetap terasa menyeluruh. Kelas 7 dan 8 hadir dengan
antusiasme tinggi, mencerminkan bahwa pendidikan yang bermutu tidak hanya
bergantung pada kurikulum, tetapi juga pada budaya sekolah yang menghargai
makna, nilai, dan kebersamaan.
Perayaan Hardiknas 2025 di MTsN 2 Garut menjadi
refleksi kecil dari cita besar yang sedang dibangun bangsa ini: bahwa setiap
madrasah, sekecil apa pun, memiliki peran strategis dalam mencetak generasi
unggul dan berkarakter. Pendidikan yang bermutu bukanlah hasil dari seremoni
megah, melainkan buah dari ketulusan, kolaborasi, dan kerja keras yang ditanam
setiap hari, di ruang-ruang kelas, di hati para guru, dan di mata para murid
yang bermimpi besar.
Dengan demikian, peringatan Hari Pendidikan Nasional
bukan sekadar agenda tahunan, tetapi ajakan untuk bergerak bersama: mengajar
lebih dalam, mendidik lebih bijak, dan membimbing lebih manusiawi. Karena masa
depan bangsa ditentukan bukan hanya oleh seberapa banyak yang diajarkan, tapi
seberapa dalam makna yang ditanamkan.
Post a Comment