Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Kejutan datang dari dunia pendidikan madrasah di
Kabupaten Garut. Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Kanwil Kemenag
Provinsi Jawa Barat resmi menunjuk Nurul Jubaedah, S.Ag., guru madya MTsN 2
Garut, sebagai Pelaksana Harian (Plh) Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri 2
Garut.
Penunjukan ini berlaku sejak 25 Mei hingga 3 Juli
2025, menggantikan sementara Kepala Madrasah definitif, Asep Sodikin, S.Pd.,
M.M., yang menjalani cuti besar.
Keputusan ini tertuang dalam Surat Perintah
Pelaksana Harian Nomor: 2577/Kw.10/Kp.07.6/04/2025 yang dikeluarkan pada 24
April 2025 dan ditandatangani oleh Kepala Kanwil Kemenag Jabar, Ajam Mustajam.
Dalam surat tersebut, Nurul Jubaedah ditugaskan
menjalankan tugas-tugas strategis kepemimpinan madrasah dengan arahan dan
konsultasi kepada Kepala Kemenag Kabupaten Garut.
Penunjukan ini bukan hanya soal administrasi
kepegawaian, tetapi juga mencerminkan kepercayaan institusional terhadap
kompetensi dan integritas guru perempuan di lingkungan madrasah.
Nurul dikenal luas sebagai guru senior dengan
rekam jejak kepemimpinan dalam kegiatan literasi, pengembangan kurikulum, serta
pelibatan siswa dalam proyek-proyek penguatan karakter.
Dalam konteks pendidikan madrasah, penunjukan
guru aktif menjadi Plh Kepala Madrasah adalah langkah strategis sekaligus
tantangan. Tugas kepala madrasah tidak hanya administratif, tetapi juga
mencakup pengambilan keputusan cepat, pengelolaan SDM, penguatan budaya kerja,
serta menjaga ritme akademik dan kedisiplinan siswa.
Ketika posisi ini diamanahkan kepada seorang
guru, maka yang dipertaruhkan adalah kualitas kesinambungan tata kelola
madrasah.
Namun, dari sisi manfaat, penunjukan ini membuka
ruang pembelajaran kepemimpinan langsung bagi guru senior yang memiliki potensi
dan visi. Nurul Jubaedah berpeluang menunjukkan bahwa guru perempuan pun mampu
mengelola institusi secara efektif, inklusif, dan berdampak.
Ini juga sejalan dengan arah kebijakan
Kementerian Agama yang mendorong keterlibatan lebih luas perempuan dalam posisi
strategis.
Tak dapat dipungkiri, tantangan utama yang akan
dihadapi adalah beban ganda: tetap menjalankan fungsi sebagai guru Ahli Madya
sekaligus memastikan roda kepemimpinan madrasah tetap berjalan dinamis.
Dibutuhkan kemampuan manajemen waktu,
kepemimpinan adaptif, serta komunikasi yang kuat dengan semua unsur guru,
siswa, tenaga kependidikan, dan orang tua.
Sinyal positif muncul dari lingkungan madrasah.
Beberapa guru menyambut baik penunjukan ini dan menilai bahwa sosok Nurul
adalah figur tepat yang selama ini juga menjadi penggerak kegiatan literasi,
pembina lomba-lomba siswa, dan fasilitator pelatihan-pelatihan peningkatan mutu
guru. Artinya, secara informal ia telah memainkan peran kepemimpinan sebelum
mandat resmi turun.
Langkah Kemenag ini juga patut diapresiasi
sebagai bagian dari praktik meritokrasi, bukan hanya berdasarkan senioritas
atau formalitas jabatan. Ini menjadi contoh bahwa sistem pendidikan madrasah
terbuka bagi guru-guru yang memiliki rekam jejak kinerja dan semangat
kontribusi nyata.
Ke depan, penunjukan semacam ini bisa menjadi
pola kaderisasi kepemimpinan madrasah. Namun, agar tidak hanya bersifat ad hoc,
perlu ada kebijakan yang mendorong pelatihan manajemen kepemimpinan madrasah
bagi guru senior, serta evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas sistem Plh
dalam pengelolaan lembaga.
Sebagai penutup, penunjukan Nurul Jubaedah bukan
sekadar rotasi sementara. Ini adalah peluang transformasi. Di tangan guru
perempuan berpengalaman, MTsN 2 Garut berpeluang tidak hanya mempertahankan
prestasi, tetapi juga memperkuat identitasnya sebagai madrasah yang
transformatif, kolaboratif, dan berpihak pada mutu pendidikan.
Apakah penunjukan ini akan membuka jalan bagi
kepemimpinan madrasah yang lebih partisipatif dan berbasis kompetensi? Hanya
waktu dan rekam kinerja yang bisa menjawabnya.
Post a Comment