Dalam rangka memperingati Hari Bumi ke-55 pada 22
April 2025, MTsN 2 Garut melaksanakan kegiatan simbolis penanaman pohon matoa
(Pometia pinnata) yang dipimpin langsung oleh Kepala Madrasah, Bapak Asep
Sodikin, S.Pd., MM. Aksi ini turut disaksikan oleh para guru dan menjadi bagian
dari gerakan nasional bertajuk “Penanaman 1 Juta Pohon Matoa” yang
diinisiasi oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.
Kegiatan ini bukan sekadar rutinitas tahunan atau
seremoni simbolis belaka. Lebih dari itu, ada pesan kuat tentang kesadaran
ekologis yang ingin dibangun di kalangan civitas madrasah. Penanaman pohon
matoa yang terlihat sederhana ini ternyata memiliki banyak manfaat ekologis dan
edukatif yang luar biasa.
Kenapa Matoa?
Pohon matoa bukan pohon sembarangan. Dalam dokumen
resmi Kementerian Agama, disebutkan bahwa matoa dipilih sebagai ikon gerakan
penghijauan karena lima keunggulan utamanya:
- Mengurangi
Polusi dan Global Warming: Daun matoa mampu mengabsorpsi karbon dioksida
dalam jumlah tinggi, menjadikannya agen alami dalam mereduksi gas rumah
kaca dan polutan udara.
- Penghasil
Oksigen Efisien: Dengan proses fotosintesis yang intensif, pohon ini
menyuplai oksigen dalam jumlah besar, berkontribusi langsung pada kualitas
udara yang lebih baik.
- Buah
Eksotis Bernilai Tinggi: Rasa buah matoa unik—paduan antara lengkeng dan
durian. Ini bukan hanya memberi nilai estetika, tapi juga potensi ekonomi.
- Penahan
Erosi Alami: Sistem akar matoa yang kuat sangat efektif dalam menahan
erosi tanah, menjadikannya cocok ditanam di area berlereng seperti
sebagian wilayah Garut.
- Rindang
dan Menyejukkan: Tajuk daunnya lebat, membuat area di bawah pohon terasa
adem dan nyaman—tempat ideal untuk belajar atau beristirahat.
Edukasi Berbasis Lingkungan
Kepala MTsN 2 Garut menegaskan bahwa penanaman matoa
adalah bagian dari pendidikan karakter dan pembelajaran lintas kurikulum.
“Anak-anak tidak hanya belajar tentang pohon dari buku, tapi mereka menyentuh
tanah, menanam langsung, dan memahami makna keberlanjutan,” ujar Bapak Asep
Sodikin.
Hal ini sejalan dengan nilai-nilai Pendidikan Agama
Islam dan Lingkungan Hidup yang kini menjadi bagian dari penguatan profil
pelajar Pancasila. Selain menjadi pengalaman belajar yang menyenangkan,
kegiatan ini diharapkan menanamkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
kelestarian alam sejak dini.
Solusi Hijau yang Sederhana tapi
Berdampak
Dalam konteks krisis iklim global dan degradasi
lingkungan yang makin parah, aksi sederhana seperti ini menjadi oase harapan.
Terlebih, gerakan ini digerakkan oleh institusi keagamaan yang memiliki
otoritas moral dan kedekatan emosional dengan masyarakat.
Sebagaimana tercantum dalam surat dari Sekretariat
Jenderal Kemenag RI, setiap madrasah diminta menanam minimal 10 pohon matoa dan
berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup setempat. Langkah ini tidak hanya
memperkaya keanekaragaman hayati, tetapi juga memperkuat kolaborasi lintas
sektor untuk tujuan yang sama: bumi yang lebih sehat.
Mengakar di Madrasah, Menjulang
untuk Masa Depan
MTsN 2 Garut menjadikan momen ini sebagai awal dari
program Madrasah Hijau Berkelanjutan. Tidak hanya menanam, tapi juga
merawat, memantau, dan menjadikan pohon sebagai sahabat belajar. Rencananya,
akan ada papan nama tiap pohon yang diadopsi oleh siswa sehingga menumbuhkan
rasa kepemilikan.
Sebagai penutup, Kepala MTsN 2 Garut mengajak seluruh
warga madrasah untuk menjadikan bumi sebagai bagian dari ibadah. “Menanam satu
pohon adalah investasi akhirat. Bayangkan berapa banyak oksigen dan keteduhan
yang kita wariskan,” pungkasnya.
Post a Comment