(34) Hari Bumi: Kenapa Kepala MTsN 2 Garut Tanam Matoa di Hari Bumi? Apa Istimewanya Pohon Ini sampai Masuk Program Nasional?

 

Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag.

Dalam rangka memperingati Hari Bumi ke-55 pada 22 April 2025, MTsN 2 Garut melaksanakan kegiatan simbolis penanaman pohon matoa (Pometia pinnata) yang dipimpin langsung oleh Kepala Madrasah, Bapak Asep Sodikin, S.Pd., MM. Aksi ini turut disaksikan oleh para guru dan menjadi bagian dari gerakan nasional bertajuk “Penanaman 1 Juta Pohon Matoa” yang diinisiasi oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.

Kegiatan ini bukan sekadar rutinitas tahunan atau seremoni simbolis belaka. Lebih dari itu, ada pesan kuat tentang kesadaran ekologis yang ingin dibangun di kalangan civitas madrasah. Penanaman pohon matoa yang terlihat sederhana ini ternyata memiliki banyak manfaat ekologis dan edukatif yang luar biasa.

Kenapa Matoa?

Pohon matoa bukan pohon sembarangan. Dalam dokumen resmi Kementerian Agama, disebutkan bahwa matoa dipilih sebagai ikon gerakan penghijauan karena lima keunggulan utamanya:

  1. Mengurangi Polusi dan Global Warming: Daun matoa mampu mengabsorpsi karbon dioksida dalam jumlah tinggi, menjadikannya agen alami dalam mereduksi gas rumah kaca dan polutan udara.
  2. Penghasil Oksigen Efisien: Dengan proses fotosintesis yang intensif, pohon ini menyuplai oksigen dalam jumlah besar, berkontribusi langsung pada kualitas udara yang lebih baik.
  3. Buah Eksotis Bernilai Tinggi: Rasa buah matoa unik—paduan antara lengkeng dan durian. Ini bukan hanya memberi nilai estetika, tapi juga potensi ekonomi.
  4. Penahan Erosi Alami: Sistem akar matoa yang kuat sangat efektif dalam menahan erosi tanah, menjadikannya cocok ditanam di area berlereng seperti sebagian wilayah Garut.
  5. Rindang dan Menyejukkan: Tajuk daunnya lebat, membuat area di bawah pohon terasa adem dan nyaman—tempat ideal untuk belajar atau beristirahat.

Edukasi Berbasis Lingkungan

Kepala MTsN 2 Garut menegaskan bahwa penanaman matoa adalah bagian dari pendidikan karakter dan pembelajaran lintas kurikulum. “Anak-anak tidak hanya belajar tentang pohon dari buku, tapi mereka menyentuh tanah, menanam langsung, dan memahami makna keberlanjutan,” ujar Bapak Asep Sodikin.

Hal ini sejalan dengan nilai-nilai Pendidikan Agama Islam dan Lingkungan Hidup yang kini menjadi bagian dari penguatan profil pelajar Pancasila. Selain menjadi pengalaman belajar yang menyenangkan, kegiatan ini diharapkan menanamkan rasa tanggung jawab siswa terhadap kelestarian alam sejak dini.

Solusi Hijau yang Sederhana tapi Berdampak

Dalam konteks krisis iklim global dan degradasi lingkungan yang makin parah, aksi sederhana seperti ini menjadi oase harapan. Terlebih, gerakan ini digerakkan oleh institusi keagamaan yang memiliki otoritas moral dan kedekatan emosional dengan masyarakat.

Sebagaimana tercantum dalam surat dari Sekretariat Jenderal Kemenag RI, setiap madrasah diminta menanam minimal 10 pohon matoa dan berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup setempat. Langkah ini tidak hanya memperkaya keanekaragaman hayati, tetapi juga memperkuat kolaborasi lintas sektor untuk tujuan yang sama: bumi yang lebih sehat.

Mengakar di Madrasah, Menjulang untuk Masa Depan

MTsN 2 Garut menjadikan momen ini sebagai awal dari program Madrasah Hijau Berkelanjutan. Tidak hanya menanam, tapi juga merawat, memantau, dan menjadikan pohon sebagai sahabat belajar. Rencananya, akan ada papan nama tiap pohon yang diadopsi oleh siswa sehingga menumbuhkan rasa kepemilikan.

Sebagai penutup, Kepala MTsN 2 Garut mengajak seluruh warga madrasah untuk menjadikan bumi sebagai bagian dari ibadah. “Menanam satu pohon adalah investasi akhirat. Bayangkan berapa banyak oksigen dan keteduhan yang kita wariskan,” pungkasnya.

 

 

Post a Comment

أحدث أقدم