(35) Kenapa Modul Pendidikan Kespro Harus Berbasis Islam? Apa yang Diuji di Garut Jadi Sorotan Nasional?

 

                                                  Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag.

Sebuah gebrakan edukasi kembali mencuat dari Kementerian Agama RI bersama Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI), melalui pelaksanaan Uji Keterbacaan dan Uji Coba Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksual (PKRS) berperspektif Islam. Kegiatan ini digelar pada 21–25 April 2025 di Kabupaten Garut, dengan melibatkan guru MTs, pengasuh pondok pesantren, dan berbagai elemen pendidikan Islam dari pusat hingga daerah.

Modul yang diuji kali ini adalah Modul SETARA (Semangat Dunia Remaja) Berperspektif Islam – Modul 2, lanjutan dari Modul 1 yang telah diperkenalkan sebelumnya. Tujuan utama dari uji keterbacaan ini adalah memastikan bahwa materi yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja dapat dipahami secara utuh, kontekstual, dan selaras dengan nilai-nilai Islam yang dianut peserta didik madrasah dan pesantren.

Apa Isi Modulnya?

Modul ini tidak hanya membahas aspek biologis seperti pubertas, kehamilan, atau infeksi menular seksual. Tapi juga mendalami isu-isu sosial seperti kekerasan berbasis gender, bullying, penyalahgunaan NAPZA, hingga pentingnya menjaga hak atas tubuh, privasi, dan relasi yang sehat. Semua ini diramu dalam kerangka keislaman, seperti nilai iffah (menjaga kehormatan diri), rahmah (kasih sayang), dan adl (keadilan).

Kegiatan ini diikuti oleh nama-nama penting seperti Prof. Dr. H. Suyitno (Dirjen Pendis Kemenag), Dr. Thobib Al Asyhar (Direktur GTK), dan tokoh perempuan ulama seperti Nyai Badriyah Fayumi dari KUPI, memperlihatkan bahwa isu ini sudah masuk dalam agenda strategis nasional.

Mengapa Diperlukan Modul Berbasis Islam?

Sejak terbitnya Permenag Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, Kemenag RI menegaskan pentingnya pendidikan kespro di satuan pendidikan keagamaan. Namun, tantangan terbesarnya adalah resistensi terhadap konten kespro yang dianggap “tidak sesuai budaya dan agama”. Modul SETARA hadir menjawab tantangan ini—dengan bahasa yang bersahabat, perspektif yang menghargai nilai keislaman, dan pembelajaran yang reflektif.

“Remaja kita harus tahu tentang tubuhnya, haknya, dan bagaimana menjaga dirinya tanpa merasa bersalah secara agama,” ujar Ely Sawitri, Direktur YGSI.

Uji Keterbacaan dan Uji Coba di Lapangan

Peserta dari MTs dan pesantren dilibatkan langsung dalam simulasi mengajar dan implementasi di kelas, dengan topik-topik sensitif seperti “Dorongan dan Perilaku Seksual”, “Perkawinan Anak”, dan “Kehamilan Tidak Diinginkan”. Para guru dilatih menyampaikan materi dengan pendekatan yang interaktif, tanpa meninggalkan adab dan akhlak Islam.

Yang menarik, Modul ini bukan sekadar buku ajar, tetapi menjadi alat advokasi untuk kebijakan pendidikan yang lebih berpihak pada hak anak dan kesetaraan gender.

Solusi Bagi Pendidikan Islam?

Penguatan materi kespro berbasis Islam ini memberi harapan baru bagi sekolah berbasis agama yang kerap terjebak dalam dilema: mendidik remaja tentang seksualitas atau menjaga “kesucian” institusi? Dengan pendekatan SETARA, pendidikan kespro tidak harus bertentangan dengan ajaran Islam—bahkan justru memperkuatnya.

Dampaknya diharapkan lebih luas: menekan angka perkawinan anak, menurunkan kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan, dan mendorong remaja tumbuh sehat—fisik, emosional, spiritual.

Catatan Kritis

Namun, pertanyaannya: apakah modul ini akan menjadi kebijakan nasional, atau hanya berhenti sebagai pilot project? Keberlanjutan, perluasan distribusi modul, dan pelatihan guru secara massif harus menjadi perhatian. Selain itu, pendekatan sensitif-budaya dan agama harus tetap menjaga prinsip-prinsip HAM dan hak anak secara universal.

Modul SETARA berperspektif Islam diharapkan bukan hanya menjadi pelengkap kurikulum, tapi penjaga masa depan remaja muslim di era disrupsi informasi dan relasi. Uji keterbacaan ini menjadi langkah awal yang menjanjikan. Jika berhasil, ini bisa menjadi model nasional bahkan global—bagaimana agama dan sains bisa beriringan untuk melindungi anak-anak kita.

Post a Comment

أحدث أقدم