(26) Pemikiran Metakognitif dalam Sejarah Kebudayaan Islam: Pelajaran dari Wali Sanga, Muhammad Arsyad Al-Banjari, Abdur Rauf As-Singkili, Hasyim Asy'ari, dan Ahmad Dahlan

 


                                                    Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag.

Sejarah Kebudayaan Islam di Nusantara diwarnai oleh perjuangan para ulama yang tidak hanya menyebarkan ajaran agama, tetapi juga membangun pendidikan dan peradaban. Lima tokoh besar yang memiliki peran penting dalam perkembangan Islam di Indonesia adalah Wali Sanga, Muhammad Arsyad Al-Banjari, Abdur Rauf As-Singkili, Hasyim Asy'ari, dan Ahmad Dahlan. Selain berkontribusi dalam pendidikan dan dakwah, mereka juga memiliki cara berpikir metakognitif yang dapat dijadikan inspirasi dalam kehidupan sehari-hari.

 

Persamaan Pemikiran

Kelima tokoh ini memiliki beberapa kesamaan dalam pendekatan mereka terhadap Islam dan pendidikan:

  1. Pendidikan sebagai Landasan Dakwah


Semua tokoh ini menjadikan pendidikan sebagai media utama dalam menyebarkan Islam. Wali Sanga menggunakan metode seni dan budaya, Muhammad Arsyad Al-Banjari menulis kitab-kitab fikih, Abdur Rauf As-Singkili memperkenalkan tasawuf, Hasyim Asy'ari mendirikan pesantren, dan Ahmad Dahlan membangun sistem pendidikan modern.

  1. Integrasi antara Ilmu Agama dan Ilmu Duniawi


Para tokoh ini memahami bahwa ilmu agama dan ilmu duniawi harus berjalan beriringan. Hasyim Asy'ari dan Ahmad Dahlan, misalnya, berupaya mengharmonisasikan pendidikan pesantren dengan pendidikan modern.

  1. Kontekstualisasi Ajaran Islam


Mereka semua menyesuaikan metode dakwah dengan kondisi sosial masyarakat saat itu. Wali Sanga menggunakan wayang dan seni sebagai media dakwah, sedangkan Ahmad Dahlan menerapkan metode pendidikan ala Barat dalam sistem sekolah Muhammadiyah.

 

Perbedaan Pemikiran

Meskipun memiliki kesamaan, kelima tokoh ini juga memiliki perbedaan dalam pendekatan mereka:

  1. Wali Sanga


Menggunakan pendekatan budaya dalam menyebarkan Islam di Nusantara. Mereka memanfaatkan kearifan lokal, seperti wayang dan gamelan, untuk memperkenalkan ajaran Islam secara lembut.

  1. Muhammad Arsyad Al-Banjari


Berfokus pada pendidikan fikih dengan menulis kitab "Sabilal Muhtadin" yang menjadi rujukan bagi umat Islam di Kalimantan.

  1. Abdur Rauf As-Singkili


Memadukan tasawuf dengan syariat Islam dan memperkenalkan konsep Wujudiyah dalam sufisme yang disesuaikan dengan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah.

  1. Hasyim Asy'ari


Menekankan pentingnya pendidikan pesantren dan membentuk Nahdlatul Ulama (NU) sebagai wadah perjuangan Islam yang berlandaskan pada tradisi Ahlussunnah wal Jamaah.

  1. Ahmad Dahlan


Mendirikan Muhammadiyah yang mengedepankan pendidikan modern, pemurnian ajaran Islam, dan integrasi ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai Islam.

 

Cara Berpikir Metakognitif dalam Pemikiran Mereka

Metakognisi adalah kemampuan berpikir tentang cara berpikir sendiri. Para tokoh ini menunjukkan pemikiran metakognitif dalam berbagai aspek:

  1. Evaluasi dan Refleksi
    • Wali Sanga menyadari bahwa dakwah langsung dengan bahasa Arab kurang efektif, sehingga mereka menggunakan pendekatan budaya.
    • Ahmad Dahlan mengevaluasi sistem pendidikan Islam saat itu dan menyadari perlunya sistem pendidikan modern.
  2. Strategi Pemecahan Masalah
    • Muhammad Arsyad Al-Banjari menyusun kitab-kitab fikih agar umat Islam di Kalimantan memiliki pegangan hukum Islam yang jelas.
    • Hasyim Asy'ari merespons kolonialisme dengan mendirikan pesantren sebagai basis perlawanan intelektual dan spiritual.
  3. Adaptasi dan Fleksibilitas
    • Abdur Rauf As-Singkili menyesuaikan ajaran tasawuf dengan syariat Islam agar lebih diterima masyarakat.
    • Ahmad Dahlan mengadopsi metode pendidikan modern tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam.

Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari

Dari pemikiran para tokoh ini, kita dapat menerapkan beberapa konsep dalam kehidupan sehari-hari:

  1. Berpikir Kritis dan Reflektif
    • Selalu mengevaluasi cara belajar dan bekerja untuk meningkatkan efektivitas.
    • Mengadaptasi strategi baru dalam menghadapi tantangan.
  2. Mengintegrasikan Nilai-nilai Agama dengan Ilmu Pengetahuan
    • Menggunakan ilmu modern untuk memperkuat nilai-nilai Islam dalam kehidupan.
    • Memanfaatkan teknologi untuk dakwah dan pendidikan.
  3. Fleksibilitas dalam Beradaptasi dengan Lingkungan
    • Menyesuaikan metode komunikasi sesuai dengan audiens, sebagaimana Wali Sanga menggunakan budaya lokal dalam dakwahnya.

Wali Sanga, Muhammad Arsyad Al-Banjari, Abdur Rauf As-Singkili, Hasyim Asy'ari, dan Ahmad Dahlan adalah tokoh besar yang memiliki pemikiran cemerlang dalam dakwah dan pendidikan Islam. Mereka memiliki persamaan dalam menjadikan pendidikan sebagai alat dakwah dan perbedaan dalam metode yang digunakan. Cara berpikir metakognitif yang mereka terapkan dapat menjadi inspirasi bagi kita untuk selalu berpikir reflektif, strategis, dan adaptif dalam kehidupan sehari-hari.

 

Daftar Pustaka

Azra, A. (2023). Jaringan Ulama Nusantara dan Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media.

Hidayat, S. (2022). Pemikiran Islam Nusantara: Dari Wali Sanga hingga Ulama Modern. Bandung: Mizan.

Yusuf, M. (2021). Metakognisi dalam Pendidikan Islam: Studi Pemikiran Ulama Nusantara. Yogyakarta: UII Press.

Post a Comment

أحدث أقدم