Oleh
Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Wakil
Kepala Bidang Kurikulum MTsN 2 Garut
Kabid
Humas AGERLIP PGM Indonesia
(Naskah ke 110)
Di tengah dunia yang kian
ramai baik secara fisik maupun digital muncul pertanyaan klasik: mengapa mereka
yang paling ribut justru sering kali paling kosong? Mengapa ruang diskusi
publik dipenuhi suara nyaring yang justru minim isi?
Filsuf Yunani kuno, Plato,
pernah menyampaikan analogi sederhana yang kini terasa makin relevan: bejana
kosong. Ketika diketuk, bejana kosong mengeluarkan suara nyaring, sedangkan
bejana penuh justru mengeluarkan suara dalam, lembut, atau bahkan nyaris hening.
Analogi ini digunakan Plato untuk menggambarkan perbedaan antara orang yang
dangkal pikirannya dan orang yang bijaksana.
Orang yang dangkal kerap
ingin selalu didengar. Mereka cepat berkomentar, merasa harus menanggapi segala
hal, dan sering kali tidak merasa perlu berpikir dalam sebelum berbicara. Mereka
mengeluarkan suara hampa ketika "diketuk" seperti bejana kosong.
Sebaliknya, orang bijak
cenderung berhati-hati. Mereka sadar bahwa pengetahuan itu kompleks dan tidak
semua hal perlu dikomentari. Dalam keheningan mereka, ada renungan yang dalam.
Dan justru karena itu, ketika mereka berbicara, ucapannya berbobot.
Dalam era media sosial,
pelajaran Plato ini menjadi sangat penting. Saat algoritma lebih menyukai suara
keras dan sensasional, kita jadi terbiasa memberi perhatian pada yang paling
ribut, bukan yang paling bijak. Padahal, perhatian bukan validasi kebenaran.
Lalu, bagaimana kita bisa
menerapkan kebijaksanaan Plato dalam kehidupan sehari-hari?
Pertama, belajarlah
mendengarkan lebih banyak. Diam bukan berarti tidak tahu justru bisa
menunjukkan bahwa kita sedang berpikir dan menyerap.
Kedua, tanyakan pada diri
sendiri sebelum berpendapat: apakah saya benar-benar paham? Apakah saya
berbicara untuk membantu orang lain memahami, atau hanya untuk terlihat pintar?
Ketiga, biasakan merenung.
Keheningan bukan kelemahan, tapi ruang di mana kebijaksanaan tumbuh. Tidak
semua hal perlu direspons cepat. Terkadang, lebih baik diam dan berpikir.
Plato menunjukkan bahwa
kebisingan bukan tanda kecerdasan. Mereka yang bijak tidak perlu bicara banyak,
karena makna sejati lahir dari pemikiran yang dalam. Dunia kita saat ini tidak
kekurangan suara, tapi kekurangan makna. Maka, daripada menjadi bejana kosong
yang nyaring, lebih baik menjadi bejana penuh yang tenang namun dalam.
إرسال تعليق