Pelepasan Siswa atau Pelepasan Tanggung Jawab?

 


Anis Fatiha, S.Ag., M.Pd.

 Kabid Penelitian dan Pengembangan Agerlip PGM Indonesia & Kepala MA Madania Bantul

Setiap tahun, kita menyaksikan momen pelepasan siswa kelas 12 dengan khidmat. Para siswa berdiri di panggung dengan ijazah di tangan, senyum lebar menghiasi wajah mereka, sementara keluarga dan teman-teman memberikan tepuk tangan penuh kebanggaan. Namun, di balik seremoni ini, muncul pertanyaan besar: apakah kita benar-benar sudah siap melepaskan mereka? Atau justru kita, sebagai masyarakat, tengah melepaskan tanggung jawab besar untuk masa depan mereka?

Pelepasan: Sebuah Tradisi yang Dikenang

Pelepasan siswa bukanlah hal baru. Setiap tahun, acara ini diselenggarakan untuk merayakan keberhasilan mereka menempuh pendidikan formal selama bertahun-tahun. Namun, momen ini seharusnya juga menjadi titik refleksi yang lebih dalam tentang makna pendidikan itu sendiri. Apakah pendidikan di sekolah benar-benar membekali para siswa dengan keterampilan dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup di dunia yang penuh ketidakpastian?

Kita sering kali terjebak dalam ritual perpisahan yang emosional, tapi terlalu sedikit waktu yang dihabiskan untuk berpikir tentang apa yang terjadi setelahnya. Ijazah memang dibawa pulang, tetapi pertanyaan yang lebih penting adalah: apa yang mereka bawa dalam diri mereka setelah meninggalkan gerbang sekolah? Apakah kita sudah memastikan bahwa mereka siap menghadapi dunia yang semakin keras dan kompetitif?

Pendidikan Formal vs. Dunia Nyata: Apakah Ada Koneksi yang Kuat?

Secara tradisional, sistem pendidikan di Indonesia lebih fokus pada pengajaran teori-teori akademik daripada pengembangan keterampilan hidup yang relevan. Banyak siswa lulus dengan pengetahuan yang luas tentang pelajaran-pelajaran tertentu, tetapi tidak memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi dunia nyata.

Misalnya, apakah mereka tahu bagaimana mengelola stres, berkomunikasi efektif di tempat kerja, atau beradaptasi dengan cepat dalam perubahan? Atau apakah mereka hanya tahu bagaimana menjawab soal ujian yang sudah disiapkan sebelumnya?

Pendidikan memang penting, tetapi jika tujuan utama pendidikan hanya untuk mencetak lulusan yang bisa mengisi lowongan pekerjaan dengan mudah, maka kita sedang gagal. Dunia kerja tidak lagi menilai seseorang hanya dari selembar ijazah. Dunia sekarang membutuhkan kreativitas, kemampuan beradaptasi, dan keterampilan sosial, semua hal yang sering kali tidak ditekankan dalam kurikulum sekolah.

Tanggung Jawab yang Terabaikan: Siapa yang Membimbing Mereka Setelah Lulus?

Ketika siswa akhirnya lulus dan diantar ke dunia luar, banyak dari mereka yang merasa bingung dan tertekan. Mereka dipaksa untuk membuat keputusan besar dalam hidup, tanpa banyak bimbingan tentang bagaimana cara menjalani dunia nyata. Sistem pendidikan kita sering kali gagal untuk menjawab pertanyaan fundamental: setelah sekolah, apa langkah selanjutnya?

Di sinilah tanggung jawab kita sebagai masyarakat, guru, dan pemerintah mulai dipertanyakan. Apakah kita hanya memberi mereka selembar kertas bernama ijazah, lalu berharap mereka akan menemukan jalan mereka sendiri tanpa bantuan yang memadai? Sebuah pertanyaan kritis harus dilontarkan: Apakah kita telah mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang lebih besar daripada sekadar ujian nasional dan hasil tes?

Pelepasan siswa seharusnya bukan sekadar acara perpisahan, tetapi juga momentum untuk mengakui bahwa pendidikan itu bukanlah akhir, melainkan proses yang berkelanjutan. Kita, sebagai lembaga pendidikan, pemerintah, dan masyarakat, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap siswa tidak hanya siap akademis, tetapi juga siap hidup.

Solusi: Pendidikan yang Menyiapkan Siswa untuk Dunia Nyata

Jika kita ingin perubahan, kita harus berani menantang paradigma pendidikan yang sudah ketinggalan zaman. Pendidikan harus lebih dari sekadar pengajaran teori; ia harus menjadi tempat di mana siswa dilatih untuk menjadi pribadi yang mandiri, kreatif, inovatif dan memiliki keterampilan yang diperlukan untuk bertahan dalam kehidupan yang penuh tantangan.

Sebagai langkah awal, pendidikan karakter dan keterampilan hidup (life skills) harus menjadi bagian integral dari kurikulum. Siswa perlu diajarkan cara berkomunikasi efektif, bagaimana mengambil keputusan penting, bagaimana bekerja dalam tim, serta bagaimana mengelola keuangan dan emosi mereka. Semua ini adalah keterampilan yang tidak diajarkan di ruang kelas tradisional, tetapi sangat penting untuk kehidupan nyata.

Selain itu, kita harus memperkuat kolaborasi antara sekolah, industri, dan dunia kerja. Magang, pelatihan keterampilan, dan pengalaman dunia nyata harus menjadi bagian dari pendidikan yang menyeluruh, bukan sekadar pilihan yang opsional. Ini akan memberi siswa pengalaman yang lebih nyata dan memberikan mereka

 

Anis Fatiha, S.Ag., M.Pd

Kepala MA Madania Bantul

Post a Comment

أحدث أقدم