(71) Inilah FAKTA!: Mengapa Indonesia Jadi Juara ke-4 Sampah Pangan Dunia? Benarkah Kita Buang Rp500 Triliun Setiap Tahun?

 

                                                     Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag

Indonesia kembali menjadi sorotan dunia, namun kali ini bukan karena prestasi membanggakan, melainkan karena fakta mencengangkan: negara ini menempati peringkat keempat dunia dalam kategori produksi sampah pangan atau food loss and waste.

Fakta ini diungkap oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Ketahanan Pangan, Muhamad Mardiono, dalam sebuah diskusi di Menara Kompas, Jakarta, Kamis (24/4/2025). Temuan ini bukan sekadar opini, melainkan hasil dari diskusi resmi bersama Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB, yang dilakukan pada tahun 2023 di Italia dan Thailand.

Menurut Mardiono, skala pemborosan pangan di Indonesia sudah masuk kategori darurat. “Di Indonesia ini tingkat pemborosan atau disebut sebagai food loss and waste itu mencapai angka yang cukup besar, dan kita berdasarkan diskusi dengan FAO pada dua tahun yang lalu bahwa Indonesia menduduki ranking keempat,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa dampak ekonomi dari masalah ini sangat besar, yakni kerugian mencapai Rp500 triliun setiap tahun. Angka yang luar biasa ini seharusnya cukup membuat seluruh pemangku kebijakan dan masyarakat tergerak.

Apa sebenarnya yang menyebabkan Indonesia begitu boros dalam urusan makanan? Banyak faktor yang berkontribusi. Mulai dari perilaku konsumtif rumah tangga, budaya prasmanan yang tidak memperhitungkan porsi, distribusi pangan yang tidak merata, hingga sistem pertanian dan logistik yang belum optimal.

Ironisnya, di sisi lain, masih banyak masyarakat yang mengalami kekurangan gizi dan sulit mengakses makanan bergizi.

Masalah ini tentu bukan hanya urusan dapur atau kantin sekolah, tapi sudah menyentuh persoalan struktural yang menyangkut ketahanan pangan nasional.

Terbuangnya makanan sama dengan terbuangnya sumber daya air, energi, lahan, dan tenaga kerja yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Bahkan, food loss and waste juga menyumbang emisi karbon yang memperparah krisis iklim global.

Sementara Indonesia masih bergelut mencari pola penyelesaian, beberapa negara sudah bergerak lebih jauh dengan cara-cara inovatif. Prancis dan Belgia, misalnya, membagikan ayam gratis kepada rumah tangga.

Bukan untuk dimakan, tapi untuk dijadikan ‘mesin daur ulang’ limbah organik. Setiap ekor ayam bisa mengonsumsi hingga 150 kilogram sampah makanan per tahun. Selain mengurangi limbah, kebijakan ini juga mempererat hubungan warga dengan lingkungan dan sumber pangannya.

Inspirasi dari luar negeri tentu patut ditelaah dan dimodifikasi sesuai konteks Indonesia. Tak semua pendekatan bisa langsung diimpor, tapi prinsip dasarnya yakni kolaborasi antara kebijakan negara dan kesadaran masyarakat harus dijadikan fondasi utama. Edukasi publik mengenai pentingnya belanja bijak, konsumsi sadar, dan manajemen sisa makanan bisa dimulai dari ruang kelas hingga media sosial.

Sekolah dan madrasah juga bisa mengambil peran strategis. Kampanye “piring kosong tanpa sisa”, program bank makanan di kantin, hingga pembelajaran kontekstual tentang daur ulang dan pertanian kota dapat menjadi solusi jangka panjang.

Di sisi lain, pemerintah perlu memperkuat regulasi industri makanan, memperbaiki rantai distribusi, serta mendorong inovasi teknologi pengelolaan sisa pangan.

Persoalan food loss and waste bukan lagi isu pinggiran, melainkan tantangan sentral dalam pembangunan berkelanjutan. Jika Indonesia terus berada di posisi keempat dunia sebagai penyumbang sampah pangan terbesar, maka bukan hanya kerugian ekonomi yang ditanggung, tetapi juga reputasi dan masa depan ketahanan pangan bangsa.

Sudah waktunya seluruh lapisan masyarakat dari rumah tangga, sekolah, industri, hingga pemerintah beraksi nyata. Sebab, menyelamatkan makanan bukan soal selera, tapi soal masa depan.

Demikian informasi terkini dilansir dari https://www.instagram.com/gutasi.adv/

Inilah saatnya kita bertanya lebih dalam: apakah kita akan terus menjadi bangsa yang membuang makanan di tengah kelaparan? Atau mulai menjadi pelopor perubahan demi ketahanan pangan yang adil, efisien, dan berkelanjutan?

Post a Comment

أحدث أقدم