Oleh
Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Wakil
Kepala Bidang Kurikulum MTsN 2 Garut
Kabid
Humas AGERLIP PGM Indonesia
(Naskah
ke 122)
Di MTsN 2 Garut, langkah
kecil bisa memberi dampak besar. Salah satu buktinya hadir dari kelas 8K.
Setiap Kamis dan Jumat, sembilan siswa mengikuti Bimbingan Literasi BTQ (Baca
Tulis Quran) dan bacaan salat yang dibimbing langsung oleh Rina Nurhudayati, S.Pd.,
wali kelas mereka.
Rina bukan hanya pengajar.
Ia menjadi inspirator bagi siswanya untuk mencintai literasi, terutama literasi
religius. Dalam setiap sesi, ia tidak sekadar mengajarkan cara membaca huruf
Arab, tetapi juga membimbing siswa memahami makna bacaan salat. Ia percaya,
pemahaman yang baik akan membawa kekhusyukan dalam ibadah dan kekuatan karakter
dalam kehidupan.
“Ketika kita memahami apa
yang kita baca, ibadah kita akan lebih bermakna,” ujar Rina penuh keyakinan. Ia
menerapkan metode interaktif seperti diskusi dan permainan edukatif agar proses
belajar terasa menyenangkan. Murid diajak untuk aktif, berdiskusi, dan
mengungkapkan pendapat mereka.
Ahmad, salah satu peserta,
mengaku awalnya tidak menyukai membaca. “Tapi sekarang saya lebih suka membaca,
terutama bacaan salat. Bu Rina membuatnya menarik,” katanya. Pengalaman Ahmad
menggambarkan keberhasilan pendekatan yang digunakan: mengubah persepsi siswa
terhadap literasi menjadi sesuatu yang menyenangkan dan relevan.
Program ini juga merupakan
bagian dari Gerakan Cinta Literasi (GCL), sebuah inisiatif yang
bertujuan memberantas buta huruf dan membangun budaya membaca di kalangan siswa
madrasah. Di tengah tantangan era digital, gerakan ini menjadi semakin penting
untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cakap membaca, tapi juga mampu
berpikir kritis.
Rina juga menekankan
pentingnya memahami konteks bacaan, tidak sekadar membaca secara mekanis. Dalam
bimbingannya, siswa diajak untuk menggali nilai-nilai yang terkandung dalam
bacaan salat dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari,
Program ini mendapat
dukungan penuh dari sekolah dan orang tua siswa. Mereka menyadari bahwa
membangun kebiasaan membaca sejak dini, khususnya dalam konteks keagamaan, bisa
menjadi pondasi kuat dalam membentuk karakter anak.
Meski hanya melibatkan
sembilan siswa untuk saat ini, dampaknya sudah mulai terasa. Diharapkan,
program ini akan terus berlanjut dan meluas, menjangkau lebih banyak siswa,
bahkan ke kelas dan angkatan lain. Dengan dukungan semua pihak, termasuk guru,
sekolah, dan orang tua, gerakan ini bisa menjadi model pengembangan literasi di
madrasah lainnya.
Gerakan kecil di kelas 8K
ini adalah pengingat bahwa perubahan tidak selalu harus dimulai dari hal besar.
Kadang, cukup satu guru yang peduli, satu kelas yang aktif, dan satu program
yang konsisten maka cinta literasi pun tumbuh.
Mari dukung Gerakan Cinta
Literasi di MTsN 2 Garut. Dari ruang kelas sederhana, kita bisa menyalakan
cahaya pengetahuan untuk masa depan yang lebih cerah.
إرسال تعليق