Oleh
Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Wakil
Kepala Bidang Kurikulum MTsN 2 Garut
Kabid
Humas AGERLIP PGM Indonesia
(Naskah ke 107)
Baru-baru ini, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis hasil Survei Integritas Pendidikan 2024
yang menyentak banyak pihak. Dari 449 ribu responden di hampir 37 ribu sekolah
dan kampus, ditemukan bahwa praktik menyontek dan plagiarisme masih sangat merajalela.
Di sekolah, 78% institusi terpapar perilaku menyontek. Di kampus, lebih
mencengangkan lagi—98% mahasiswa mengaku akrab dengan praktik ini. Bahkan 43%
mahasiswa mengaku pernah melakukan plagiarisme.
Ini bukan sekadar
pelanggaran kecil. Ini sinyal kuat bahwa kita sedang menghadapi darurat
kejujuran dalam dunia pendidikan.
Mengapa
Bisa Begitu?
Ada banyak faktor yang
menyuburkan budaya curang ini. Pertama, tekanan akademik yang tinggi. Nilai
jadi tolak ukur segalanya ranking, beasiswa, prestise hingga membuat siswa dan
mahasiswa tergoda mengambil jalan pintas. Kedua, pendidikan karakter belum
sepenuhnya meresap. Banyak yang tahu bahwa menyontek itu salah, tapi tetap
melakukannya karena lingkungan menganggapnya wajar.
Ketiga, pengawasan yang
lemah. Di banyak tempat, aturan hanya tinggal formalitas. Keempat, kemajuan
teknologi yang memudahkan akses informasi dan sekaligus memudahkan plagiarisme
jika tidak disertai etika.
Lebih
dari Sekadar Kecurangan
Menyontek bukan hanya soal
curang dalam ujian. Ini adalah soal integritas. Ketika seseorang terbiasa
melanggar aturan sejak dini, besar kemungkinan ia akan melanggarnya juga ketika
sudah dewasa, entah sebagai karyawan, pejabat, atau pengusaha. Dari sini, bisa
saja lahir generasi yang permisif terhadap korupsi dan kebohongan.
Apa yang
Bisa Dilakukan?
Perubahan harus dimulai
dari banyak arah. Orang tua harus menanamkan nilai jujur sejak kecil, bukan
hanya menuntut nilai tinggi. Guru dan dosen perlu menekankan pentingnya etika,
bukan sekadar capaian akademik. Institusi pendidikan perlu menerapkan sistem
deteksi plagiarisme dan memperketat pengawasan ujian.
Pemerintah harus lebih
tegas dengan kebijakan yang mendorong integritas. Tapi yang paling penting,
kesadaran harus tumbuh dari dalam diri pelajar dan mahasiswa itu sendiri.
Jadikan kejujuran sebagai bagian dari identitas diri.
Mulai
dari Hal Kecil
Bangun budaya kejujuran
dari langkah sederhana: jangan menyontek, jangan plagiat, biasakan mencantumkan
sumber, dan jangan ragu melaporkan pelanggaran. Ini bukan soal jadi sempurna,
tapi soal memilih untuk jujur, bahkan saat tidak ada yang melihat.
Survei ini memang
mengejutkan. Tapi ia juga memberi kita momentum untuk berubah. Mari buktikan
bahwa generasi Indonesia bukan generasi jalan pintas, melainkan generasi jujur
dan bermartabat.
إرسال تعليق