Oleh
Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Wakil
Kepala Bidang Kurikulum MTsN 2 Garut
Kabid
Humas AGERLIP PGM Indonesia
(Naskah
ke 125)
“Orang yang tidak benar-benar sayang sama
kamu. Mereka sayang sama manfaat dari kamu.”
Kalimat itu mungkin
terdengar pahit, tapi sering kali mencerminkan kenyataan hubungan sosial kita.
Banyak orang bertahan dalam hubungan baik itu pertemanan, pekerjaan, bahkan
cinta karena mereka masih mendapatkan sesuatu dari kita: waktu, tenaga,
perhatian, atau koneksi. Begitu itu hilang, mereka perlahan menjauh.
Menurut Social Exchange
Theory dari American Psychological Association (APA), relasi manusia
cenderung berjalan selama ada keuntungan atau imbal balik yang dirasakan. Ini
bukan berarti semua orang manipulatif, tapi ini adalah sinyal: kita hidup dalam
dunia sosial yang bergerak berdasarkan nilai.
Sayangnya, banyak dari kita
terjebak ingin disukai semua orang. Sejak kecil, kita diajari untuk “baik ke
semua orang”, bahkan kalau itu harus mengorbankan kenyamanan diri sendiri. Tapi
menurut buku The Courage to Be Disliked karya Ichiro Kishimi dan
Fumitake Koga, hidup bukan untuk menyenangkan semua orang. Justru, terlalu
sibuk menyenangkan orang lain bisa membuat kita kehilangan jati diri.
Saat kamu terus memaksakan
diri agar disukai, kamu sebenarnya sedang menolak dirimu sendiri. Akibatnya?
Mereka yang benar-benar peduli justru menjauh, karena kamu sudah tidak lagi
autentik.
Yang seharusnya dilakukan
adalah upgrade kualitas diri. Bukan cari validasi.
Kamu mungkin tidak bisa
mengontrol siapa yang menyukai kamu. Tapi kamu bisa mengontrol siapa dirimu dan
bagaimana kamu berkembang. Ketika kamu terus mengasah potensi, empati, dan
integritas, kamu memancarkan energi yang berbeda. Orang akan datang bukan karena
kamu selalu menyenangkan, tapi karena kamu bernilai.
Harvard Business Review
juga menyebutkan bahwa orang yang memiliki rasa harga diri tinggi dan arah
hidup yang jelas, cenderung lebih dihargai secara profesional maupun personal.
Fakta lainnya? Ketika kamu
berhenti memberi, orang-orang yang hanya datang untuk mengambil pun akan pergi.
Maka jangan jadikan penerimaan orang sebagai tolok ukur harga dirimu.
Jadilah magnet. Bukan
korban.
Magnet tidak butuh suara
keras untuk menarik logam. Ia cukup menjadi dirinya sendiri, tapi kuat. Sama
seperti orang bernilai, mereka tidak perlu menyenangkan semua orang, tapi tetap
dicari karena kehadirannya berarti.
Lalu bagaimana caranya?
- Kenali potensi dan rawat terus kualitas diri.
- Bangun integritas: ucapannya bisa dipercaya,
tindakannya konsisten.
- Punya batasan: tahu kapan berkata “tidak” demi
menjaga kesehatan mental.
- Perluas wawasan dan relasi yang sehat dan
bermakna.
Ingat, tidak semua orang
layak ada di panggung utama hidupmu. Kamu juga tidak harus tampil di setiap
panggung orang lain. Fokus pada versi terbaikmu.
Karena pada akhirnya,
pengakuan sejati tidak datang dari usaha disukai. Tapi dari kekuatan menjadi
bernilai.
Setuju? Yuk bagikan tulisan
ini biar makin banyak yang sadar: jadi magnet itu dimulai dari dalam diri.
إرسال تعليق